Selasa, 30 Juni 2015

Memaknai Sebuah Kata " TIDAK ADA NEGOISIASI DI TANAH RAKYAT "

Aku merasa ada yang aneh ketika kita mulai berbicara dalam menuntut HAK KITA SEBAGAI PEMILIK TANAH AIR INI, mengapa bisa dikatakan aneh ?

Kita sudah ada didalam masa penjajahan beratus tahun bangsa ini dijajah negara asing.

1.      Apakah masih kita harus menahan penjajahan bangsa ini oleh negara asing ?

2.      Ataukah kita harus menahan penjajahan oleh manusia bangsa sendiri ?

Dua pertanyaan diatas mengingatkan ku kembali dengan kata-kata sang Proklamator Republik Indonesia ini. Siapa lagi kalau bukan Ir.Soekarno.

“Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” – Bung Karno.

Yang membuat saya berpikir akan kenyataan yang sebenarnya adalah, Siapa musuh Bangsa ini setelah Penjajah Hengkang dari Bumi Pertiwi ini ?

“Bangsa yang tidak percaya kepada kekuatan dirinya sebagai suatu bangsa, tidak dapat berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka.” - Pidato HUT Proklamasi 1963 Bung Karno.

Kata-kata ini seakan menghujam kedalam jantung setelah melihat kenyataan saat ini, kedzoliman yang kita hadapi sekarang ini bukan lagi kedzoliman bangsa asing yang menindas bangsa ini, tapi kedzoliman penguasa yang menindas hak-hak rakyat, akan kesejahteraan dan kelayakan hidup seperti yang diamanatkan UUD 1945.

Apa yang pernah dikatakan Bung Karno tentang kemandirian Bangsa, agar tidak bergantung pada Negara asing (Pendonor), bukanlah tanpa maksud, itu sebuah cita-cita yang mulia seorang Pemimpin Bangsa yang menginginkan negaranya terlepas dari segala bentuk Imperialisme.

kata-kata ini bukanlah sekedar ucapan tanpa upaya, tapi kata-kata ini memotifasi agar bangsa ini membangun kekuatanya sendiri dan melepaskan diri dari segala bentuk ketergantungan pada negara lain, ternyata 70 tahun merdeka kita belumlah memiliki kemerdekaan yang semestinya.

Imperialisme moderen tanpa terasa sudah mengungkung kemerdekaan kita melalui pinjaman jangka panjangnya, sehingga kita hanya menjadi Bangsa yang senantiasa berkewajiban membayar hutang yang entah sampai kapan bisa terlunasi, gencarnya produk-produk import yang kita konsumsi sehingga membuat kita hanya menjadi bangsa yang konsumtif dan tidak pernah berusaha menjadi Bangsa yang produktif, itu juga adalah manifestasi dari imperialisme, itu tanpa kita sadari sehingga kita termanjakan dan membuat bangsa ini tidak tambah kaya, kita biarkan bangsa asing mengolah hasil bumi kita, sementara kita masih tetap miskin sementara yang mengolahnya semakin kaya. Bukanlah seperti ini Cita-cita para pendiri Bangsa ini, kita sudah mulai lupa dengan jasa para Pahlawan kita, padahal Bung Karno pernah mengatakan :

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya.” - Pidato Hari Pahlawan 10 November.1961

Kenapa kita harus menghadapi buruknya prilaku para pemimpin, sehingga kita harus melawan mereka layaknya melawan para penjajah ?

Kenapa kita harus menghadapi/melawan bangsa sendiri, kenapa Bung Karno sudah memprediksi hal ini jauh sebelum ini terjadi ?

Semua terpulang pada Bangsa ini sendiri, haruskah kita melawan kedzoliman dengan berbuat kedzoliman juga, sehingga kita seperti bangsa yang sudah ditinggal peradaban.


“Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merubah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merubah nasibnya” - Pidato HUT Proklamasi, 1964 Bung Karno.

Setelah mengenang makna dari perkataan Bung Karno yang maha dahysat tersebut, aku ingin mencoba menuliskan beberapa kaitannya dengan melihat kondisi luasnya bangsa ini dan mengkerucut ke Provinsi Bengkulu.

Melihat Luas wilayah Tanah Air Indonesia = ± 5.180.053 km2 . Terdiri dari Total Luas Daratan = 1.922.570 km2, dan Luas Lautan = 3.257.484 km2.

Lebih luas lautan dibandingkan dengan daratan, wajar saja kalau masa Presiden Jokowi membuat program kemaritiman dan ingin memanfaatkan sumber daya alam laut yang berlimpah di bumi pertiwi ini.

Tetapi, banyak yang melakukan ekslpoitasi ikan dan bisnis haram perdagangan ikan ilegal dilakukan dengan kerja sama negera asing.

Sehingga para nelayan tradisional menjadi langkah dalam tangkapan hasil ikan mereka dan menguranglah pendapatan yang mana itu sebagai hak mereka harus dapatkan.

Melihat Jumlah penduduk indonesia pada tahun 2010 sekatar 237.641.326 jiwa, masuk tahun 2015 ini akan menjadi 252.370.792 Jiwa. Menurut data resmi sensus penduduk 2010 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik.

Dan melihat angka miskin sesuai dengan data pemerintah saat ini, mencapai 28 juta jiwa penduduk  miskin. Itu belum termasuk rakyat yang hampir miskin, wah.. bisa berkali kali lipat banyak nya lagi penambahan angka kemisinkinan di tanah air ini.

Maka Saya akan menarik sedikit ke Bumi Rafflesia, Provinsi bengkulu memiliki luas 1.987.870 Ha dengan jumlah penduduk sudah mencapai 2 juta jiwa. Memiliki 9 kabupaten 1 kota madya, dengan berbagai suku budaya dan agama yang ada di provinsi Bengkulu, dengan memiliki sumber daya alam dari pertanian, perkebunan, perikanan, industry dan pertambangan. Melalui  perjalanan yang cukup panjang. Semula Bengkulu berada dalam bagian Provinsi Sumatera bagian Selatan bersama-sama dengan Lampung dan Jambi. Masyarakat Bengkulu melalui partai-partai politiknya, masyarakat daerah Rejang Lebong, Bengkulu Selatan, Bengkulu Utara, Kotamadya dan tokoh masyarakat Bengkulu yang berada di Jakarta dan Palembang bersatu untuk memperjuangkan terwujudnya Bengkulu menjadi Provinsi. Pada tanggal 12 September 1967 diterbitkan Undang-Undang RI No. 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu, kemudian dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 Tanggal 5 Juli 1968 tentang berlakunya Undang-Undang No. 9 Tahun 1967 dan Pelaksanaan Pemerintahan di Provinsi Bengkulu. Pada masa itu, Provinsi Bengkulu terdiri atas tiga (3) kabupaten dan satu (1) kota madya, yaitu:
1. Kabupaten Bengkulu Utara
2. Kabupaten Bengkulu Selatan
3. Kabupaten Rejang Lebong
4. Kota Madya Bengkulu

Pada tahun 2003, seiring dengan maraknya pemekaran daerah-daerah di seluruh Indonesia, Provinsi Bengkulu mengalami pemekaran besar-besaran. Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 berdiri Kabupaten Kaur dan Kabupaten Seluma yang keduanya merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, serta Kabupaten Muko-Muko yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Utara. Selanjutnya, berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2003 terbentuk pula Kabupaten Lebong dan Kabupaten Kepahiang yang keduanya merupakan pemekaran dari Kabupaten Rejang Lebong. Di masa kepemimpinan Gubernur Agusrin M. Najamudin dan Wakil Gubernur H.M. Syamlan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2008 terbentuk satu kabupaten lagi, yaitu Kabupaten Bengkulu Tengah. Dengan demikian, Provinsi Bengkulu yang pada tahun 2010 ini berusia 43 tahun dengan luas wilayah 20.000 Km, terdiri atas 9 Kabupaten dan 1 Kota, yaitu: 

1. Kabupaten Bengkulu Selatan
2. Kabupaten Bengkulu Utara
3. Kabupaten Rejang Lebong
4. Kota Bengkulu
5. Kabupaten Mukomuko
6. Kabupaten Seluma
7. Kabupaten Kaur
8. Kabupaten Kepahiang
9. Kabupaten Lebong
10. Kabupaten Bengkulu Tengah


Melihat sistuasi saat ini yang terjadi di Provinsi Bengkulu, banyak yang menanamkan modal di Bumi Rafflesia ini. Ketika saya ingat kembali menghadiri acara yang diselengarakan oleh konsultan salah satu sebuah Yayasan Nirlaba terbesar di dunia ini, iya kalau bukan Perusahaan Wilmar. Yang bergelut di bidang perdagangan minyak kelapa sawit. Termasuk banyak Supplier Wilmar yang menanamkan modal perusahaan sawit di tanah air ini.

Walaupun di Provinsi Bengkulu tidak sebanding dengan Provinsi-provinsi lain, seperti Pekan Baru_Riau, Jambi dan Sumsel. Bengkulu hanya 32 Supplier Wilmar yang bergerak di bidang perusahaan kelapa sawit sangat. Jika melihat dari 32 Supplier Wilmar yang ada di Bengkulu, tetapi masalah nya lebih parah dari provinsi lainnya.

Karena apa bisa dikatakan terparah, wajar saja. Luas Bengkulu sangat kecil dibandingkan dengan luas wilayah provinsi lain, dari luas wilayah tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang hampir 2 juta jiwa. Tingkat konflik untuk masalah lahan perkebunan tidak bisa dielakan lagi, apa lagi perusahaan sudah banyak masuk di wilayah pemukiman warga.
Di Provinsi Bengkulu 32 Supplier Wilmar. Yaitu :
No
Wilmar Supplier
Grup
Kabupaten
1
Sandabi Indah Lestari
Sandabi Indah Lestari (SIL) Group
Seluma
2
Agri Andalas
Andalas Group
Seluma
3
Agri Cinal
Agricinal
Bengkulu Tengah and Mukomuko
4
Agro Muko (Pks Bunga Tanjung)
SIPEF Group
Mukomuko
5
Alno Agro Utama
Anglo-Eastern Plantations
Bengkulu Utara and Mukomuko
6
Anugerah Pelangi Sukses
Unknown
Kaur
7
Bio Nusantara Teknologi
BIO Group
Bengkulu Utara
8
Daria Dharma Pratama (Pks Ipuh)
Daria Dharma Group
Mukomuko
9
Daria Dharma Pratama (Pks Lbk Bento)
Daria Dharma Group
Mukomuko
10
Karya Sawitindo Mas
Sinar Jaya Agro Investama (SJAI)
Mukomuko
11
Kencana Katara Kewala
Unknown
Bengkulu Utara
12
Mitra Puding Mas
Anglo-Eastern Plantations
Bengkulu Utara
13
Muko Muko Indah Lestari
Sinar Jaya Agro Investama (SJAI)
Mukomuko
14
Palma Mas Sejati
Unknown
Bengkulu Tengah
15
Sapta Sentosa Jaya Abadi
Herfinta Farm & Plantation (Herfinta Group)
Mukomuko
16
Agra Sawitindo
Sinar Jaya Agro Investama (SJAI)
Bengkulu Utara
17
Agri Andalas
Andalas Group
Seluma
18
Agro Muko (Pks Muko-Muko)
SIPEF Group
Mukomuko
19
Alno Agro Utama
Anglo-Eastern Plantations
Bengkulu Utara and Mukomuko
20
Anugerah Pelangi Sukses
Unknown
Kaur
21
Bengkulu Sawit Lestari
Unknown
Bengkulu Selatan
22
Bio Nusantara Teknologi
BIO Group
Bengkulu Utara
23
Bumi Mentari Karya 2
Anugrah Hijau Lestari
Mukomuko
24
Daria Dharma Pratama(Pks Ipuh)
Daria Dharma Group
Mukomuko
25
Daria Dharma Pratama (Pks Ipuh)
Daria Dharma Group
Mukomuko
26
Karya Sawitindo Mas
Sinar Jaya Agro Investama (SJAI)
Mukomuko
27
Kencana Katara Kewala
Unknown
Bengkulu Utara
28
Mitra Puding Mas
Anglo-Eastern Plantations
Bengkulu Utara
29
Muko-Muko Indah Lestari
Sinar Jaya Agro Investama (SJAI)
Mukomuko
30
Palma Mas Sejati
Unknown
Bengkulu Tengah
31
Sandabi Indah Lestari
Sandabi Indah Lestari (SIL) Group
Seluma
32
Sinar Bengkulu Selatan
Unknown
Bengkulu Selatan

Mengingat kembali apa yang sudah “Wilmar” jelaskan dalam datanya, ketika mengadakan pertemuan dengan berbagai lembaga swadaya masyarakat tanggal 9-10 Juni 2015 Riau-Pekan Baru.

Dari 32 Supplier Wilmar yang ada di Bengkulu, hanya satu yang menjadi sorotan tajam oleh Wilmar yang Suppliernya masih bertahan di Bengkulu ini, iya.. kalau bukan lagi PT.Sandabi Indah Lestari (SIL) Seluma.

Mengapa ini perusahaan menjadi sorotan tajam oleh Wilmar.

ini yang menjadi pokok permasalahannya :

Tanggal 24 November 2014 telah keluar No sertifikat HGU PT Sandabi Indah Lestari (SIL) dengan No 100011 oleh BPN dan SK BPN RI No.163/HGU/BPN RI/2014 perpanjangan Hak Guna Usaha (HGU) PT. Way Sebayur seluas 2.812 Ha yang diberikan kepada PT. Sandabi Indah Lestari (PT.SIL). Penerbitan izin HGU tersebut membuat Masyarakat di 5 Desa di Kecamatan Seluma Barat (Lunjuk, Tumbuan, Pagar Agung, Sengkuang Jaya, dan Talang Perapat serta Dusun Minggir Sari ) yang tergabung dalam Forum Petani Bersatu (FPB) menjadi resah dan menyatakan MENOLAK serta mengajukan PROTES terhadap penerbitan Hak Guna Usaha PT Sandabi Indah Lestari(PT SIL).

Maka, masyarakat setempat melakukan Penolakan terhadap HGU yang dikeluarkan, berdasarkan fakta fakta berikut :
1. Surat tugas Bupati seluma kepada TIM penyelesaian sengketa lahan PT Sandabi Indah Lesatri dengan masyarakat unit seluma pada tanggal 22 januari 2014
2. Berita acara penolakan perpanjangan HGU PT Way Sebayur/ PT Sandabi Indah Lestari unit Seluma pada tanggal 27 September 2014
3. Berita acara rapat bersama sekretaris daerah Kabupaten Seluma menindaklanjuti penyelesaian sengketa lahan PT Sandabi Indah Lestari dengan masyarkat 5 desa pada tanggal 3 Pebruari 2014
4. Surat PT Sandabi Indah Lestari tentang Penyelesaian kebun masyarakat, pada tanggal 30 Januari 2014
5. Berita acara pertemuan antara perwakilan 5 desa dengan pihak kantor wilayah badan pertanahan nasional Propinsi Bengkulu pada tanggal 18 Desember 2012
6. Surat pernyataan meneger PT Sandabi Indah Lesatri unit seluma pada tanggal 26 januari 2012
7. Surat kesepakatan PEMDA Seluma pada tanggal 24 Oktober 2011
8. Hasil rapat hearing ke DPRD Kab. Seluma terhadap terkait dengan konflik PT Sandabi Indah lestari, pada tanggal 4 mei 2011
9. Penolakan ini sudah dilakukan sejak tahun 2011 oleh 511 KK di kecamatan seluma Barat namun kenapa sekarang masih diterbitkan.
10. Keadaan terakhir berdasarkan Media Massa :
- Ratusan warga Desa Tumbuan, Kecamatan Seluma Barat, Kabupaten Seluma, Bengkul mengepung PT Sandabi Indah Lestari (SIL), sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit pada tanggal 12 September 2014 :
http://regional.kompas.com/read/2014/09/12/21594301/Dua.Petani.Ditangkap.Ratusan.Orang.Kepung.Perusahaan.Perkebunan
http://metrobanjar.tribunnews.com/2014/09/13/warga-kepung-pt-sandabi-indah-lestari
- Konflik antara PT. Sindabi Indah Lestari (SIL) cabang Seluma dengan warga Desa Tumbuan Kabupaten Seluma, belum ada kata damai?. Pasalnya, dari pihak perusahaan diduga masih memanen hasil perkebunan di areal lahan yang tengah berkonflik pada tanggal 13 November 2014
http://kupasbengkulu.com/konflik-warga-vs-pt-sil-walhi-surati-polres-seluma/
http://kupasbengkulu.com/pt-sil-diduga-panen-di-lahan-konflik/
- Konflik yang terjadi antara masyarakat enam desa di Kabupaten Seluma dengan dengan perusahaan perkebunan PT SIL, berawal dari saling lapor kedua belah pihak karena keduanya mengklaim atas status kepemilikan tanah di atas lahan perkebunan tersebut ke Polres Seluma pada tanggal 13 september 2014
http://kupasbengkulu.com/konflik-warga-vs-pt-sil-berawal-saling-lapor-pemda-diminta-tegas/

Sehubungan dengan terbitnya HGU kepada PT Sandabi Indah Lestari akan berdampak kerugian terhadap masyarakat yang bisa berakibat konflik besar yang akan timbul dikemudian hari.
Melihat tingginya tingkat deforestasi, tidak terselesaikannya sengketa lahan yang lama berikut munculnya sengketa lahan baru, konversi lahan gambut secara masif, korupsi perijinan, penggunaan kekerasan aparatur keamanan Negara kepada masyarakat lokal, berkurangnya secara drastis keanekaragaman hayati yang sebelumnya berlimpah adalah sederet reputasi negatif yang melekat pada sektor perkebunan kelapa sawit yang menjadi salah satu penyumbang terbesar dalam pertumbuhan ekonomi makro di Indonesia. Adalah kelompok masyarakat sipil sejak 2 dekade lalu mendesak secara intensif pihak perusahaan perkebunan kelapa sawit untuk segera melakukan penghentian praktek – praktek yang tidak lestari tersebut.

Banyak pertanyaan yang saya fikirkan dalam kegiatan tersebut, karena melihat ada beberapa item yang ingin dilakukan dari Wilmar untuk mengatasi berbagai hal yang terjadi konflik dari Supplier nya dengan masyarakat yang masih ingin mempertahankan hak mereka di atas tanah yang selama ini belum terselesaikan baik itu pihak Supplier Wilmar yang tetap ingin mempertahankan wilayah perkebunan kelapa sawit yang banyak masuk kedalam konflik masyarakat lokal selama ini sudah lama masyarakat adat setempat bercocok tanam tanpa ada masalah yang dialami, ketika korporasi perusahaan skala besar masuk dengan izin ala kadar nya yang didapatkan dari pemerintah, sebuah konflik tak terhindarkan.

Sebuah Yayasan Nirlaba yang menyakini bahwa perubahan perkebunan kelapa sawit dari tidak lestari menjadi lestari hanya bisa maksimal dengan pelibatan semua pihak terkait dalam pelaksanaannya upaya untuk menggunakan semua kesempatan yang ada dalam mendorong perubahan tersebut. terkait pelaksanaan pemantauan inisiatif “Larangan deforestasi, larangan konversi lahan gambut dan larangan eksploitasi manusia” Wilmar atas rantai pasoknya.

Dalam publikasi yang disampaikan langsung dari pihak Wilmar, yaitu :
-        Ingin membangun pemahaman subtantif dalam inisiatif yang dilakukan Wilmar.
-     Mengindentifikasi persamaan /Common Ground antara kelompok masyarakat sipil dan inisiatif  Wilmar.
-    Menjajaki tanggapan dari kelompok masyarakat sipil dalam pemantauan inisiatif Wilmar secara masif.

Ini yang sebenarnya selama ini menjadi keraguan ku dalam kebijakan Wilmar atas Supplier nya, mengapa tidak. Karena dari Tahun 2013 Wilmar sudah ada komitmen ingin menyelesaikan beberapa kejadian konflik dari Supplier nya dengan masyarakat setempat. Tetapi sampai saat ini, satupun belum ada diselesaikan.

Kalau memang benar Wilmar tau Suppliernya banyak melakukan kesalahan dan menjadikan sebuah pokok masalah ditengah-tengah masyarakat selama ini, mengapa Wilmar tidak jauh hari melakukan terobosan untuk menyelesaikan masalah Supplier nya terhadap masayrakat setempat. Atau pihak Wilmar memutuskan rantai pemasok perdagangan kelapa sawit terhadap Suppliernya.

Berani atau tidak Wilmar itu sendiri memutuskan kontrak dengan Supplier nya ketika Wilmar tau bahwa Suppliernya banyak melakukan kesalahan terhadap masyarakat setempat ?

Tetapi, yang jadi pertanyaan ku ?

Mengapa kini di tahun 2015 Wilmar mulai berani ingin menyelesaikan konflik yang sudah begitu parah yang terjadi dimasyarakat setempat. Banyak Supplier Wilmar yang melakukan kejahatan terhadapa masyarakat yang masih ingin mempertahankan HAK mereka selama ini, masyarakat sudah sering dilakukan kriminalisasi, kekerasan, intimidasi, penangkapan oleh pihak aparat yang digunakan Supplier Wilmar untuk mengamankan Perusahaan kelapa sawit di tengah-tengah masyarakat selama ini.

Ataukah karena ada kejadian yang luar biasa menggangu perdagangan Wilmar untuk kelapa sawit yang mereka dapatkan dari bumi pertiwi ini ?

Apakah dibalik cerita ini semua ada sesuatu agenda besar ataupun ada langkah dari Wilmar yang ingin melakukan terobosan baru, ketika banyak lembaga-lembaga saat ini yang ingin menjadi konsultan Wilmar dibalik kerudungnya ingin menyelesaikan konflik dengan masyarakat setempat ?

Ataukah ada yang ingin mendapatkan keuntungan dibalik cerita ini semua ?

Oh,,,” aku bukan sunzon dan akupun bukan memfitnah ada lembaga-lembaga yang ingin memanfaatkan ini semua demi masyarakat katanya, Pada dasarnya memang ada benarnya ketika konflik sudah berkepanjangan tidak selesai-selesai, harus ada terobosan yang baru, tetapi. Apakah dengan terobosan tersebut kita harus melakukan upaya kerja sama terhadap pelaku yang selama ini menginjak-ngijak masayarkat, mempenjarahkan masayrakat, mengkriminalisasi, dan masih banyak lagi yang dilakukan kejahatan terhadap masayrakat setempat.

Ada juga yang mengatakan ini sebagai pintu peluang untuk menyelesaikan konflik berkepanjangan di tengah-tengah masyarakat selama ini ?

Mungkin itulah yang menjadi persoalan besar yang aku lihat selama ini, ada sebuah perbedaan pendapat yang aku dengar dan aku alami selama ini. Apakah itu yang menjadi sebuah argument yang luar biasa selama ini. Akupun secara pribadi telah mengatakan didepan mata Bos nya Wilmar bagian General Manajer. Ketika aku mengikuti acara yang gak begitu jelas acara tersebut aku fikirkan, karena aku melihat ada sebuah kejanggalan dalam acara tersebut, karena diakhir cerita acara yang diancangkan langsung oleh Wilmar itu sendiri, tidak ada menemukan sebuah solusi yang baik untuk menyelesaikan konflik terhadap masyarkat, akan tetapi yang diacara tersebut hanya segelintir orang yang bergelut dilembaga selama ini mendampingi konflik tehadap Supplier Wilmar dengan masayrakat yang masih ingin mempertahankan ruang kelola masayarakat itu sendiri. Ataukah yang ada hanyalah sebuah memanfaatkan dari acara tersebut sebagai penghubung dalam koridor kerja sama yang pada ujung nya akan menjadi kaum komporadur yang selama ini aku takutkan terulang kembali penjajah diatas penjajah.

Apa yang aku katakan ?

” Tidak Ada Negoisiasi Di Tanah Rakyat “

Ketika aku mengatakan kata-kata tersebut, banyak yang menjadi persoalan dengan perkataan ku. Akupun tidak terlalu memahami orang-orang perdebatkan kata-kata ku tersebut.

Aku berani mengatakan hal tersebut, aku tau selama ini. Ketika ada kata-kata ingin negoisiasi di tanah rakyat, disaat itulah sejarah telah mengungkapkan. Dari zaman diponogoro sampai zaman penjajahan belanda selalu ingin mengatakan Negoisiasi Di Atas Tanah Rakyat. Apakah kita mau sebagai pemilik tanah air ini, para perusahaan yang selama ini merebut hak rakyat seutuhnya, ketika mereka berhasil merampas hak masyarakat dan bercocok tanam ditanah rakyat, sudah produksi dan menjual sumber daya alam kita ini. Apakah kita mau Negoisiasi dengan penjajah selama ini ?

Mungkin inilah yang menjadi persoalan pertanyaan besar terhadap diri ku sendiri. Mengapa tanah kita dirampas, hak kita diambil, disaat itu kita mau Negoisiasi dengan penjajah rakyat berpuluh-puluh tahun selama ini.

Oh, apakah tidak ada solusi jalan yang lain, untuk mengusir para penjajah ditanah air ini ?

Biarlah pertanyaan ku akan ku dapatkan sendiri jawaban nya suatu saat nanti, mungkin saat ini aku hanya bisa ternsenyum dan tersenyum melihat orang-orang bisa melakukan upaya penyelematan ruang kelola masayarakat dengan kerja sama terhadap penjajah yang masih berpijak di tanah air ini.

Mengapa aku katakan mereka penjajah, karena kau mengingat kata-kata Bung Karno yang sudah aku jelaskan di awal tulisan ku ini.

Mungkin itu juga menjadi renungan ku selanjutnya ?

Jikalau masih banyak yang memikirkan ingin melakukan negosiasi diatas tanah rakyat itu sendiri. Maka aku akan melakukan hitungan-hitungan dengan data-data yang kudapatkan dari berbagai sumber untuk bisa menapik angka-angka yang bisa dikeluarkan agar aku bisa melihat sejauh mana keuntungan yang kita dapatkan untuk kemajuan, kemakmuran, kesejahteraan buat masyarakat selama ini, apakah kesengsaraan yang akan kita alami bertahun-tahun lama nya dari para penjajah ditanah air ini.

Aku akan mencoba memulai hitung menghitung dari Provinsi Bengkulu melihat angka-angka kemiskinan yang benar-benar dialami masyarakat selama ini.

Adapun data penduduk miskin yang didefinisikan dibawah garis kemisikinan di Provinsi Bengkulu pengeluaran per bulan sebesar Rp 263.050/kapita/bulan. Pada bulan Maret 2012 sebesar 311.660 jiwa atau 17,70 % meningkatkan sebesar 8.060 ribu orang atau 0,20 % dibandingkan dengan Maret tahun 2011 yaitu 303.600 ribuorang atau 17,50 %.

Kenaikan harga bahan kebutuhan hidup sehari-hari yang melonjak dengan tidak diiringi kenaikan pendapatan penduduk akan mengakibatkan penduduk rentan miskin akan mudah jatuh miskin dikelompokan penduduk berada garis kemiskinan pada kurun maret 2011 – Maret 2012 Garis Kemiskinan naik dari Rp 250.949,-Per kapita per bulan menjadi Rp 263.050,- Per kapita per bulan atau naik sebesar 4,82 %, peningkatan tertinggi di wilayah perkotaan meningkat dari Rp 284.337,- Per kapita per bulan Maret 2011 menjadi Rp 299.289,- Per kapita per bulan atau naik 5,26%  pada bulan Maret 2012 sedang di perdesaan sebesar 4,58% dari Rp 235.983,- Perkapita per bulan Maret 2011 menjadi Rp 246.787,- Perkaipta Perbulan.

Tingginya penduduk miskin berdampak biaya yang dibutuhkan untuk mengentaskan penduduk miskin di Provinsi Bengkulu semakin berat dan keinginan menurunkan kemisikinan menjadi semakin sulit.

Untuk tingkat kemiskinan pada kabupaten/kota di Provinsi Bengkulu menurut data BPS tahun 2009 tertinggi di kota Bengkulu dengan jumlah penduduk 51.500 Jiwa dengan pendapatan perkapita perbulan sebesar 325.600 dan terendah kabupaten lebong 13.600 jiwa dan pendapatan perkapita perbulan sebesar Rp 197.915.

Penduduk miskin yang tidak sekolah atau tamat SD lebih tinggi yaitu 45,72% tertinggi di kabupaten Muko-muko 55,45% terendah di kota Bengkulu sebesar 36,81%, sedangkan yang tamat SLTP sebesar 41,73% tertinggi di kabupaten Rejang Lebong 47,75% dan terendah kabupaten Kota Bengkul 38,02% sedangkan taman SLTA keatas sebesar 12,55% tertinggi kota bengkulu 25,17% dan terendah kabupaten muko-muko sebesar 4,24%.

Maka melihat keinginan pemerintah ingin mewujudkan masyarakat bengkulu semakin maju, pemerintah ingin melakukan upaya, yaitu :
-        Optimalisasi pengelolaan investasi
-     Mewujudkan struktur perekonomian yang kokoh dengan menjadikan industri rakyat sebagai motor penggreak dan industri perdagangan dan jasa sebagai pendukung
-       Optimalisasi kebijakan revitalisasi pertanian, kelautan dan perikanan
-    Meningkatkan peranan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi sebagai pelaku ekonomi yang berdaya saing tinggi
-    Mengembangkan pusat-pusat ekonomi dan kewirausahaan masyarakat serta peningkatan kualitas tenaga kerja
      Meningkatkan pengelolaan pendapatan aset dan belanja daerah.


Jika kita lihat Provinsi Bengkulu saat ini sangat rentan dengan bencana alam baik itu bencana secara

alami maupun bencana yang di akibatkan oleh bantuan tangan manusia apa lagi kalau melihat penomena tejadi sengketa manusia dengan hewan seperti terjadi akhir ini harimau mulai memasuki pemukiman masyarakat, kenapa ini terjadi di karenakan ruang hidup mereka telah di ambil oleh manusia. data dari organisasi penyelamatan satwa “Harimau Kita” menyebutkan sepanjang 1998 hingga 2011 terdapat 600 konflik antara harimau dan manusia di mana terdapat 57 orang meninggal dunia dan 69 ekor harimau dibunuh. Kalau melihat dari jumlah habitat harimau sumatera hanya sekitar 400 ekor jumlah ini akan terus menurun apa bila kawasan koridor mereka terus mengalami deforestasi yang mana selama ini menjadi koridor mereka antar hutan lindung bukit gadang dengan TNKS. Sehingga sangat wajar apa bila antara tahun 1998 sampai 2012 jumlah kasus ini berjumlah 583 kasus dan mengakibatkan 2 orang meninggal dan 7 orang luka-luka.


Ini semua ulah tangan manusia yang mengakibatkan faktor kerusakan hutan, sehingga rumah harimau itu sendiri sudah habis ditelan bumi, dan banyak lagi faktor-faktor pemberian izin pinjam pakai untuk perusahaan untuk menanam modal di rumah satwa selama ini. Dan pemerintah sendiri tidak serius menanggani persoalan yang menjadi konflik harimau dengan manusia selama ini. Apakah pemerintah mata nya sudah buta terhadap masalah tersebut ?

Jika melihat data warga dan petani Provinsi Bengkulu hanya mampu mengakses tanah tak mencapai 1/4 hektare per orang atau 0,07 hektare atau 10x7 meter per segi karena tanah di daerah itu habis dikuasai pemodal perkebunan dan pertambangan.

Data ini didasarkan pada kondisi luasan lahan di Bengkulu yang dikuasai petani. Sebanyak 900.000 hektare luasan Bengkulu adalah wilayah hutan, termasuk kawasan lindung, taman nasional, dan hutan lainnya. 

Setelah dikurangi luasan hutan sisa luasan Bengkulu sebagai Area Peruntukan Lain (APL) tersisa 1.057.906 juta hektare. Luasan itu harus dikurangi lagi dengan 463.964,54 hektare yang dikuasai pemodal dalam bidang perkebunan, dan pertambangan. Hanya tersisa 593.942 hektare yang dapat diakses 2 juta warga Bengkulu sebagai tempat bermukim, pertanian, jalan, perkantoran dan lain-lain.

Sehingga dalam hitungan, jika 593.942 hektare tanah itu dibagi rata sekitar 2 juta penduduk Bengkulu, maka setiap penduduk dapat 0,07 hektare tanah per jiwa, apa yang bisa didapat dari tanah sesempit itu untuk bertani dalam masyarakat agraris.

Sejauh ini izin Hak Guna Usaha (HGU) dan petambangan terus berdatangan ke Provinsi Bengkulu. Kita juga menagih janji Gubernur Bengkulu untuk mengevaluasi dan tak mengeluarkan izin bagi perusahaan pengguna tanah secara luas.

Banyak hal yang mengakibatkan kerusakan lingkungan semakin marak terjadi dikarenakan memang tidak ada niat dari pemerintah untuk menghentikan atas kerusakan itu, dari beberapa kasus di Bengkulu tidak ada resolusi yang ditawarkan sehingga dapat penyelesaikan kerusakan lingkungan. Sedangkan kerusakan terus terjadi seperti :
·        Kerusakan Daerah Aliran Sungai akibat limbah – limbah besar yang dilakukan oleh pihak Perusahaan yang mengancam hajat hidup orang banyak. Penambangan batubara mempengaruhi mutu air di DAS Bengkulu-Lemau, DAS Seluma Atas dan DAS Dikit Seblat. Pengaruh industri batubara antara lain meningkatkan zat padat tersuspensi, zat padat terlarut, kekeruhan, zat besi, sulfat dan ion hidrogen dalam air yang dapat menurunkan pH. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara pengolahan limbah yang standard dan minimisasi kebakaran.

·      Kerusakan Hutan yang selalu diserobot oleh pihak Perusahaan yang mengakibatkan bencana besar, longsor, kekeringan, banjir dan lain-lain
·       Kerusakan Daerah Pesisir oleh pihak Perusahaan yang mengakibatkan Abrasi besar-besaran di daerah pesisir
·     Ditambah lagi regulasi-regulasi yang dilakukan oleh pihak pemerintah yang memberikan karpet merah kepada Penjahat Lingkungan Tersebut

Fakta lainnya, menunjukan yaitu apa bila ada perlawanan rakyat dalam mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat, wilayah kelola, serta hak-hak atas tanah, masih dihadapkan dengan tindakan kekerasan dan kriminalisasi dari aparat negara.

Jika kita melihat masalah perubahaan cuaca yang signifikan yang bisa kita rasakan, Walaupun secara peneliti untuk perubahan iklim diwilayah bengkulu masih minim, tetapi bisa kita lihat dan rasakan akibat perubahan iklim dibumi saat ini, tanpa disadari udara yang dihirup manusia pun sudah mulai diperdagangkan, hal itu ditunjukkan dengan adanya perjanjian kesepahaman antara Norwegia dan Indonesia. Adapun perubahan iklim tersebut juga sangat berdampak di Indonesia seperti terjadinya peningkatan suhu, pergeseran awal musim dan perubahan peluang hujan ekstrem. Untuk Bengkulu, perubahan ekstrem tersebut mengakibatkan penurunan drastis jumlah hujan tahunan. Yang ditakutkan dalam pemanasan global ini bukan kerusakan bumi tetapi komponen-komponen faktor pendukung daya hidup manusia yang salah satunya ditunjukkan dengan banyaknya serangan tomcat pada manusia akibat kerusakan habitatnya. Pemanasan global tersebut juga diperparah dengan banyaknya tanaman kelapa sawit yang rakus akan air sehingga semakin memicu terjadinya degradasi.

Ada angin segar yang kita dapatkan beberapa waktu lalu, karena Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan persetujuannya untuk memperpanjang program moratorium hutan sebagaimana diamanatkan dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambu, yang seharusnya berakhir pada hari Rabu 13 Mei 2015 ini.

Sebagaimana diketahui, penundaan pemberian izin baru dan penyempurnaan tata kelola hutan alam primer dan lahan gambut atau yang lebih dikenal sengan sebutan moratorium pemberian izin pengelolaan hutan sudah dilakukan pemerintah RI sejak tahun 2011 melalui Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011.

Sepekan sebelum berakhirnya masa pelaksanaan Inpres tersebut, tepatnya pada 13 Mei 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (saat itu) memperpanjang moratorium itu melalui Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2013 dengan masa berlaku 2 (dua) tahun.

Perpanjangan moratorium hutan itu sesuai dengan komitmen pemerintah untuk mendukung perbaikan tata kelola hutan dan penurunan emisi karbon menjadi 26% pada 2020 mendatang.

Dengan adanya penegasan Presiden Jokowi sebagaimana disampaikan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya itu, maka berarti pemerintah tetap memperpanjang moratorium izin pengelolaan hutan alam primer dan hutan gambut.

Tetapi yang kita lihat disini bukan angin segar seutuhnya yang kita dapatkan, tetapi apa implementasi pembenahan dimana selama ini banyak kerusakan hutan dihampir setiap provinsi mengalami problema karena tidak sebuah keseriusan pemerintah untuk menjaga hutan dari berbagai polemik yang dialami, baik itu tingkat ilegal loging ataupu banyak perusahaan yang berkonflik dengan masyarakat adat di wilayah hutan itu sendiri, yang kita inginkan adalah sebuah penyelesaikan polemik masalah yang dialami masyarakat selama ini dengan korporasi perusahaan skala besar yang rakus ruang sehingga ruang kelola masyarakat menjadi kurang dan hampir membuat masyarakat tidak bisa lagi menggunakan hak mereka sebagaimana diamanahkan dalam UUD 1945. Itu sebenarnya yang diharapakan masyarakat selama ini.

Dari data kemiskinan dan kerusakan hutan yang dialami selama ini, apakah akan menjadi sebuah contoh untuk kita, melakukan pembiayaran terhadap perusahaan-perusahaan skala besar di Bengkulu. Agar mereka seenaknya saja ingin menghabiskan Sumber Daya Alam kita, dan ingin menduduki diatas tanah rakyat.

Banyak faktor merugikan ketimbang menguntungkan rakyat selama ini untuk sebuah perusahaan skala besar seperti perusahaan sawit dan pertambangan yang masih berpijak di tanah air ini. Apakah kita masih mau melihat para tikus-tikus buncit ingin merampas hak rakyat sebenarnya ?

Dimana kedaulatan rakyat untuk keadilan bagi seluruh rakyat indonesia ?

Apakah yang dijelaskan dalam UUD 1945 untuk kekayaan bumi, udara, air, laut semua yang di tanah ibu pertiwi ini bukan untuk kemakmuran rakyat nya sendiri. Ataukah untuk kemakmuran negara asing, ataupun untuk kekayaan segelintir umat di Republik ini ?

Mungkin aku secara pribadi akan banyak-banyak merenung dan meminta petunjuka dari Yang Maha Kuasa, agar aku dapat sebuah petunjuk untuk mendapatkan jawaban yang selama ini membuat aku penasaran terhadap orang-orang berfikirnya untuk siapa mau dibawa kemana yang mereka perjuangkan dibalik kerudung ada pelangi yang bercampur bau yang tak sedap ?



Sumber:
1. Catatan Pribadi Feri Van Dalis
2. Data Walhi Bengkulu 2012-2014
3. Data dari Aidenvironment
4. BPS Bengkulu, Berita Resmi Statistik 1 Juli 2010 - Juli 2012
6. BPS Bengkulu, Provinsi Bengkulu Dalam Angka 2011
7. Data BMKG Bengkulu 2013
8. http://news.detik.com/presiden-jokowi-perpanjang-moratorium-hutan