Sabtu, 31 Desember 2016

Memaknai Budaya Indonesia Dengan Pergantian Tahun Baru

Aku mencoba menulis dari beberapa sumber yang sudah aku dapatkan, dan aku mengkolaborasi artian-artian baik dari budaya indonesia dengan pergantian tahun baru, baik dari pergantian tahun baru hijriyah ataupun pergantian tahun baru masehi.

Awalnya mari kita lihat dalam sejarah mengenai tentang Budaya Indonesia, yang berlandaskan UUD 1945.

Budaya Indonesia adalah seluruh kebudayaan nasional, kebudayaan lokal, maupun kebudayaan asal asing yang telah ada di Indonesia sebelum indonesia merdeka pada tahun 1945.

Kebudayaan Nasional adalah kebudayaan yang diakui sebagai indentitas nasional. Definisi kebudayaan nasional menurut TAP MPR No.II Tahun 1988, Yakni :
" Kebudayaan Nasional yang berlandaskan Pancasila adalah perwujudan cipta, karya dan rasa bangsa Indonesia dan merupakan keseluruhan daya upaya manusia Indonesia untuk memberikan wawasan dan makna pada pembangunan nasional dalam segenap bidang kehidupan bangsa. Dengan demikian Pembanguna Nasional merupakan pembangunan yang berbudaya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Wujud, Arti dan Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya. Semarang : P&K, 199


Kebudayaan Nasional dalam pandangan Ki Hajar Dewantara adalah," Puncak-Puncak dari kebudayaan daerah". Kutipan pernyataan ini merunjuk pada paham kesatuan makin dimantapkan, sehingga ketunggalikaan makin lebig dirasakan daripada kebhinekaan. Wujudnya berupa negara kesatuan, ekonomi nasional, hukum nasional, serta bahasa nasional. Definisi yang diberikan oleh Koentjaraningrat dapat dilihat dari pernyataan: "yang khas dan bermutu dari suku bangsa manapun asalnya, asal bisa mengindentifikasikan diri dan menimbulkan rasa bangga, itulah kebudayaan nasional".

Pernyataan ini merunjuk pada puncak-puncak kebudayaan daerah dan kebudayaan suku bangsa yang bisa menimbulkan rasa bangga bagi orang indonesia jika ditampilkan untuk mewakili indentitas bersama.

Nunus Supriadi,"Kebudayaan Daerah dan Kebudayaan Nasional"
Pernyataan yang tertera pada GBHN tersebut merupakan penjabaran dari UUD 1945 Pasal 32. Dewasa ini tokoh-tokoh kebudayaan Indonesia sedang mempersoalkan eksistensi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional terkait dihapuskannya tiga kalimat penjelasan pada pasal 32dan munculnya ayat yang baru.

Mereka mempersoalkan adanya kemungkinan perpecahan oleh kebudayaan daerah jika batasan mengenai kebudayaan nasional tidak dijelaskan secara gamblang. Sebelum di amandemen, UUD 1945 menggunakan dua istilah untuk mengidentifikasi kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional. Kebudayaan bangsa, ialah kebudayaan-kebudayaan lama dan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak di daerah-daerah si seluruh indonesia, sedangkan kebudayaan nasional sendiri dipahami sebagai kebudayaan bangsa yang sudah berada pada posisi yang memiliki bagi seluruh bangsa Indonesia.

Dalam kebudayaan nasional terdapat unsur pemersatu dari Bangsa Indonesia yang sudah sadar dan mengalami persebaran secara nasional. Didalamnya terdapat unsur kebudayaan bangsa dan unsur kebudayaan asing, serta unsur kreasi baru atau hasil invensi nasional.

Wujud Kebudayaan Daerah Di Indonesia
Kebudayaan daerah tercermin dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat di seluruh daerah di Indonesia. Setiap daerah memilki ciri khas kebudayaan yang berbeda. Berikut ini beberapa kebudayaan Indonesia berdasarkan jenisnya :

Upacara Adat
Upacara adat merupakan suatu bentuk tradisi yang bersifat turun-temurun yang dilaksanakan secara teratur dan tertib menurut adat kebiasaan masyarakat dalam bentuk suatu rangkaian aktivitas permohonan sebagai ungkapan rasa terima kasih. Selain itu, upacara adat merupakan perwujduan dari sistem kepercayaan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai universal, bernilai sakral, suci, religius, dilakukan secara turun-temurun serta menjadi kekayaan kebudayaan nasional.

Unsur-unsur dalam upacara adat meliputi : Tempat upacara, waktu pelaksanaan, benda-benda/peralatan dan pelaku upacara yang meliputi pemimpin dan peserta upacara.

Jenis-jenis upacara adat di Indonesia antara lain : Upacara kelahiran, perkawinan, kematian, penguburan, pemujaan, pengukuhan kepala suku dan sebagainya.

 Aku mencoba menjelaskan sedikit tentang budaya Indonesia, khsusunya Budaya Rejang, berhubung aku berasal dari Budaya Suku Rejang (Sumatera).


Keberadaan peradilan adat di tanah Rejang sudah berlangsung untuk kurun waktu yang cukup lama, jauh sebelum agama Islam masuk ke Tanah Rejang dimulai ketika zaman Ajai dan Bikau, negeri yang terletak disepanjang Bukit Barisan ini penduduknya sudah lama melaksanakan tata tertib peradilannya menurut hukum adat. Pada masa penjajahan peradilan adat tetap bertahan sebagai suatu bentuk peradilan “orang asli” berhadapan dengan peradilan “gouvernement rechtsspraak” terutama di daerah-daerah yang dikuasai oleh Belanda, tetapi ada pengakuan dari Pemerintahan Belanda terhadap peradilan adat, pengakuan ini dilakukan secara berbeda dengan landasan hukumnya masing-masing. Setelah Indonesia merdeka peradilan adat ini menjadi tidak berdaya setelah disyahannya UU Darurat No 1 Tahun 1950 yang menghapus beberapa peradilan yang tidak sesuai dengan Negara Kesatuan atau menghapus secara berangsur-angsur peradilan swapraja di beberapa daerah dan semua peradilan adatnya.

Secara sosiologispun aspek hukum dan peradilan adat dalam kehidupan masyarakat Rejang di pandang sebagai penjaga keseimbangan, keseimbangan yang dimaksud adalah kehidupan yang harmonis antar anggota masyarakat dan antar masyarakat dengan alam. Karena itu peradilan di pandang sebagai media penjaga keseimbangan daripada sebuah institusi pemberi dan penjamin keadilan sebagaimana yang dipahami dalam hukum modern atau hukum positif. Dalam kerangka inilah masyarakat hukum adat Rejang memandang hukum adat sebagai salah satu dari tiga unsure penjaga keseimbangan disamping hukum negara (pemerintah) dan hukum agama.
 
Dalam sejarah Adat Rejang proses Hukum meliputi semua aspek kehidupan warganya yang tidak hanya mengatur sangsi tetapi lebih jauh mengatur hak dan kewajiban baik dengan sesama warga komunitas maupun dengan kepercayaan tertentu yang biasanya bersipat magis, dengan demikian Hukum Adat yang terdapat di Jurukalang merupakan alam pikiran tradisional yang umumnya bersifat kosmis dan totaliter tidak ada pemisahan dari berbagai macam larangan hidup, tidak ada pemisahan antara dunia lahir dan dunia gaib serta tidak ada pemisahan antar manusia dengan makluk lainnya, segala sesuatu bercampur baur, bersangkut paut dan saling berpengaruhi yang paling penting jika dilihat lebih jauh di Jurukalang hokum adapt adalah manisfestasi dari keseimbangan, keselarasan, keserasian (evenwicht), segala yang mengangu keseimbangan tersebut merupakan pelangaran Hukum.

Patokan-patokan umum dalam system Hukum Adat di Rejang mengacu pada;
  1. Adat Sejati, yang disebut dengan Adat sejati adalah Adat peninggalan nenek moyang atau leluhur yang sering dikatan tidak lapuk kena hujan dan tidak lekang karena panas adalah Adat yang memahat sepanjang garis, bertarah di dalam sifat, bertanam di dalam pagar berjalan di hati jalan dan berkata dalam Adat
  2. Adat yang diadatkan adalah Adat tambahan pada sejati Adat baik yang merupakan suatu peraturan dari Tuai Kutai merupakan hasil kesepakatan dan musyawarah dalam Kutai maupun kebiasan tertentu yang sudah menjadi Adat yang teradat, seperti berbagi sama banyak, bermuka sama terang dan bertanak di dalam periuk, bersumpah bersemanyo, berjanji bersetio dan yang terpenting adalah kalah Adat karena janji.
Kebiasan hukum adat adalah tidak tertulis begitu juga bagi masyarakat huku adat Rejang. Hukumadat ini juga tidak tertulis, sehingga pada tahun 1862 Van Bossche menetapkan aturan tertulis kemudian disebut dengan Undang-Undang Simbur Cahayo, ada beberapa persoalan dari Undang-Undang Simbur Cahayo ini sehingga tahun 1866 Asisten Resident A. Pruys Van Der Hoevan meminta pendapat para Kepala Marga ternyata banyak sekali yang tidak sesuai dengan dengan Hukum Adat Rejang yang berlaku karena itu banyak dilakukan perubahan-perubahan.

Dalam penyelesaian sebuah kasus biasanya tata aturan yang dimaksud di atas hanya sebagai referency dimana keputusan Adat di pegang oleh Tuai Kutai yang merupakan hasil musyawarah dari masing-masing Kepala Sukau yang pada kasus tertentu yang menimpa warga Sukaunya bertindak sebagai Pembela. Ayam kumbang terbang malam hingap di kayu rimbunan tidak bekas naik dan tidak pula bekas turun tidak bertali jangan ditarik, tidak bertangkai jangan dijinjing, jika ditarik panjang, jika dilerai cabik danayam putih terbang siang hinggap di kayu kerangasan, berjejak naik, berbekas turun, terang dan nyata namanya terang bersalah merupakan pepatah Adat untuk menyebut istilah praduga tidak bersalah sebelum semuanya di tetapkannya status hukun yang bersengketa.

Perdamaian Adat disebut dengan Mulo Bangun atau Mulo Tepung, sehingga dalam pelaksanaannya adalah meletakkan, menentukan dan melaksanakannya atau di istilahkan Mengipar Sayap Menukat Paruh yang artinya menyangupi membayar atau beban yang ditimpahkan. Ada beberapa hal pokok dalam system Hukum Adat Rejang, antara lain;
  1. Membunuh membangun
  2. Salah Berhutang
  3. Gawal Mati
  4. Melukai menepung
  5. Selang Berpulang
  6. Suarang Bagiak
  7. Sumbing Titip, Patah Berkipal
  8. Kalah Adat Karena Janji
  9. Pemberian Habis Saja
  10. Buruk Puar Aling Jelupuh, Patah Tumbuh Hilang Berganti
Sementara untuk delik pidana adat sering dikenal dengan iram berdarah (kasus yang mengelurkan darah) dan iram tiado berdarah (tidak mengelurkan darah), Bayar bangun untuk kasus yang meghilangkan nyawa seseorang dan cepalo untuk penyebutan kasus-kasus asusila, dalam pelaksanaan hukum adat ini peran ketua Sukau sering bertindak sebagai pembela terhadap komunitas atau clannya proses penetapan hukum tetap adat dimana sangsi social sangat dominant biasanya diputuskan oleh Kepala Kutai atau Ketua Adat setelah proses peradilan atau damai adat dilakukan dengan meminta pendapat dari elemen kampong seperti cerdik pandai, alim ulama, dukun, tukang, ini menunjukan penyelesian kasus yang holistic melibatkan para pihak dalam menuju keseimbangan akibat dari suatu pecalo yang dilakukan seseorang dan berdampak kepada semua elemen yang ada di komunitas tersebut, bukti penyelesaian kasus dan penetapan hasil damai desa adalah sirih dan pinang yang disertai dengan serawo dan melaksanakan Tepung Setawar.

Praktek-praktek pelaksaan penyelesaian adat yang biasa dilakukan oleh masyarakat hukum adat Rejang, secara umum di atur sebagai berikut;
  1. Masyarakat Adat Jang adalah kesatuan kekeluargaan yang timbul dari system unilateral (kebiasaanya disusurgulurkan kepada satu pihak saja) dengan system garis keturunannya yang partrinial (dari pihak laki-laki) dan cara perkawinannya yang eksogami, sekalipun mereka berada di mana-mana
  2. Kutai adalah salah satu kesatuan Hukum masyarakat Adat asli Jang yang berdiri sendiri, genelogis dan tempat berdiamnya jurai-Jurai atau suku-suku
  3. Hukum adat Jang adalah norma yang tumbuh dan berkembang serta dipatuhi dan mengikat masyarakat adat Jang dalam satu kesatuan wilayah hukum adat Jang, didalamnya mengandung nilai-nilai kekeluargaan, gotong royong, musyawarah, mufakat, kepatutan, magis, religius, arif dan bijaksana dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang timbul di batas-batas wilayah hukum adat Jang
  4. Peradilan Adat Jang adalah mekanisme penyelesaian sengketa dalam masyarakat adat Rejang menciptakan keseimbangan dan mendorong memberikan dayaKoersif kepada warga supaya mau tunduk pada aturan yang hidup dalam masyarakat tersebut.
  5. Kelpiak Ukum Adat adalah kumpulan dokumen yang berisikan tentang tata aturan penyelesaian sengketa adat yang terjadi di satu kesatuan wilayah hukum adat Jang
  6. Jenang Kutai adalah perangkat peradilan adat yang teridiri dari beberapa personal yang merupakan representatif dari struktur pemerintahan adat Jang dan memiliki kewenangan dan kapasitas untuk menjalankan sistem tata aturan hukum adat
  7. Tempat Penyelesaian sengketa dilaksanakan di wilayah hukum adat Jang dimana terjadi perselisihan atau persengketaan atau tempat terjadinya perkara adat
Dalam pelaksanaan dan penyelesaian konflik adat, hukum adat Rejang mengenal azaz hukum sebagai berikut;
  1. Adat Bersendi Syara’, Syara’  Bersendi Kitabullah berarti ; Adat yang berdasarkan Hukum Agama atau Adat yang  berlaku dalam komunal adat sebagai mana yang dimaksud.
  2. Adat Coa Melkang KenoDescription: http://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png Panes, Coa Mobok Nukoi Ujen adalah kiasan berisikan nilai-nilai sebagai pegang pakai masyarakat adat Jang yang berlaku tetap dan tegas dalam kondisi apapun.
  3. Saleak Cong Bepapet adalah kiasan berisikan nilai-nilai sebagai pegang pakai masyarakat adat Jang untuk pemulihan kondisi keseimbangan atas perselisihan atau persengketaan atau terjadinya perkara adat di dalam wilayah hukum adat Jang.
  4. Adat Aleak Nukoi Janjai adalah kiasan berisikan nilai-nilai sebagai pegang pakai masyarakat adat Jang untuk menyatakan bahwa adat terikat oleh sistem perjanjian yang telah disepakati oleh para pihak.
  5. Saleak Kunuak Tebangun adalah kiasan berisikan nilai-nilai sebagai pegang pakai masyarakat adat Jang untuk menyatakan akibat perbuatan menghilangkan nyawa seseorang maka diwajibkan diwajibkan untuk membayar denda yang disebut ”Bangun” dan terdiri dari:
  6. Bangun Mayo, yaitu bila seseorang meninggal atas perbuatan orang lain yang memang telah direncanakan
  7. Bangun Penuak (penuh), yaitu seorang yang meninggal dunia sebagai akibat perbuatan seseorang yang sebelumnya tidak direncanakan
  8. Bangun Soa atau Bangun Sesalan (penyesalan), sesorang yang meninggal dunia yang memang tidak di kehendaki atau diluar kemampuan pelaku dan masih mempunyai hubungan kekerabatan diantara keduanya.
  9. Piawang Mecuak Timbo, Nukum Lipet adalah kondisi pelangaran adat yang dilakukan oleh orang yang terhormat karena memiliki kedudukan dan tanggung jawab didalam struktur adat Jang atau struktur pemerintahan dan perangkat agama maka sangsi yang dikenakan adalah Sanksi Lipat dari kutentuan sanksi bila dilakukan oleh masyarakat biasa.
  10. Tepung Setabea adalah seperangkat perlengkapan yang digunakan untuk mengembalikan keadaan kesehatan seseorang yang terdiri dari: daun sergayu atau daun sedingin, daun sirih, daun kundur, diikat menjadi satu dan diletakan dalam mangkuk lalu diberi air kemudian kita percikkan pada seseorang yang habis berkelahi atau dalam keadaan sadar ataupun telah siuman dari pingsan demikian juga orang yang masih dalam keadaan pingsan.
  11. Selengan-Lengan Dendo Adeba Iben Desaghen Sebenek-Benek Dendo Adeba Bangun Mayo adalah kiasan yang menyatakan bahwa Setiap perbuatan yang melaggar adat atau melanggar hukum adat, sudah pasti mereka yang melanggarnya akan mendapat sanksi yang berupa :
  12. Sanksi yang paling ringan adalah Iben Desaghen atau seperangkat sirih yang berjumlah tujuh atau sembilan lembar daun sirih, dilipat memanjang, diikat dengan benang tiga warna, ditambah dengan perlengkapan sirih lainnya dan dimasukkan dalam SELUP (bakul kecil).
  13. Sanksi yang tertinggi dalam menyelesaikan suatu persoalan yang dapat diberikan oleh jenang kutai adalah Bangun Mayo atau denda adat apabila ada seseorang meninggal akibat perbuatan orang lain yang memang sudah direncanakan sebelumnya.
  14. Benek Mbeak Temambeak Lengan Mbeak Mapoi adalah kiasan untuk acuan bertindak yang mempunyai Pengertian sesuatu yang berat jangan tambahkan bebannya dan yang ringan janganlah dianggap enteng.
  15. Neak Ipe Bumai Nelat Diba Lenget JenunjungPernyataan ini mengandung pengertian bahwa dimana kita berada, kita harus mengikuti, melaksanakan dan menghargai serta mendahulukan adat istiadat masyarakat ditempat kita tinggal.
  16. Kecek Menepat, Janjai Menughau, Menginjem Mengelek, Utang Mengasen, Mengelai Abis Bae, Bepanuo Neak Atai Dalen, Betareak Ngen Maet Lem Ga’isungkapkan ini mengandung pengertian:
  17. Kata-kata yang pernah ucapkan harus kita tepati.
  18. Janji yang pernah dibuat atau sepakati harus kita penuhi.
  19. Kalau meminjam sesuatu wajib kembalikan.
  20. Kalau berhutang wajib membayar hutang tersebut.
  21. Kalau memberikan sesuatu kepada seseorang, maka menyatakan apa yang kita beri tersebut habis dan tidak bolehDescription: http://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png memintanya kembali.
  22. Kalau mengerjakan sesuatu yang diumpamakan berjalan, maka berjalan harus pada jalan yang benar.
  23. Kalau kita memahat dan bertara harus mempedomani garis yang ada.
Sedangkan prinsif hukum adat Rejang, di antaranya adalah;
  1. So Samo Kamo Bamo adalah dasar prinsip yang mengakui adanya hak bersama, prinsip kekeluargaan dan mengutamakan kepentingan orang banyak
  2. Tiep-tiep ade de do pengenea adat makau te’ang ngen sudo adalah suatu perbuatan dan penyelesaian sengketa atau perselisihan pada masyarakat adat tidak boleh kita lakukan secara tersembunyi atau disembunyikan.
  3. Adat tulung menulung dan adat Rian Batau Mbatau adalah tindakan saling tolong menolong dalam hal kebaikan baik didalam keluarga maupun dengan masyarakat adat lainnya
  4. Bebania Inde Beneu Bemulan Inde Jalai adalah kiasan strategi untuk menemukan pokok sejati persoalan atau masalah dalam usaha untuk menyelesaiankan sengketa atau perselisihan yang terjadi.
  5. Pendok Dik Sudo Panjang Gik Igai adalah sebutan untuk menyatakan masalah yang telah diselesaikan melalui peradilan adat tidak akan menimbukan masalah turunan baik di dunia maupun diakherat
  6. Betimbang Samo Benek, Bekilo Samo Kelenganadalahkeputusan hati nurani dalam memberikan keputusan terhadap suatu permasalahan yang dihadapi, agar keputusan yang kita ambil selain adil, juga telah dipertimbangkan secara seksama dan mendalam atas mudarat dan manfaatnya, serta dapat dipertanggung jawabkan kepada Tuhan.
  7. Mu’eak Kakane Ade, Beripit Kakea Ne Coaini adalah azaz pada penentuan sangsi materil terhadap suatu kasus dengan mempertimbangkan kemampuan ekonomi para pihak yang bersengketa
  8. Bepatet Bekenek, Bejenjang Tu’un menjelaskan proses penyelesaian sengketa haruslah mengikuti aturan yang telah digariskan seperti menapaki anak tangga satu persatu, jadi kita tidak bolehDescription: http://cdncache-a.akamaihd.net/items/it/img/arrow-10x10.png terburu-buru ataupun melangkahi aturan yang ada.
Dan cangkupan hukum adat Rejang terdiri dari;
  1. Hok Kutai. Hok Kutai berupa Taneak Tanai, Imbo Piadan adalah ungkapan untuk menjelaskan tata cara dalam pengelolaan sumber daya alam dalam wilayah adat yang teridiri atas tanah, air dan hutan:
  • Dalam pengelolaan tanah harus mendapatkan izin garap dari pemangku adat
  • Tanah garapan harus diberikan tanda-tanda tertentu sebagai bentuk kepemilikan dan batas-batas wilayah
  • Pengelolaan sumber daya alam berupa tanah, air dan hutan berdasarkan kearifan adat dan norma-norma yang disepakati
  1. Hak Suarang, yang rinciannya sebagai berikut;
  • Hok Suwarang Bagiak adalah Harta benda atau kekayaan yang diperoleh semasa dalam perkawinan, bagi Masyarakat Hukum Adat Jang disebut dengan Hok suwarang (suarang artinya berdua antara suami dan isteri). Bila terjadi perceraian, maka harta benda tersebut harus dibagi berdasarkan kesepakatan adat.
  • Serang Nelek yang dimaksud dengan serang dalam Masyarakat Hukum Adat Jang adalah harta bawaan dalam perkawinan, baik yang dibawa oleh isteri maupun yang dibawa oleh suami. Apabila diantara mereka yang ada membawa harta ke dalam perkawinan mereka meninggal dunia dan kebetulan mereka tidak mempunyai anak serta pada saat perkawinan tidak ada perjanjian perkawinan, maka harta bawaan tersebut harus dikembalikan kepada keluarga dari yang meninggal dunia.
  1. Hok Pribadiadalah kepemilikan individu yang terlepas dari hak komunal adat yang teridiri ternak, tanaman, lahan dan serupanya harus dikelola berdasarkan kearifan adat dan kesepakatan-kesepakatan antar individu
  2. Hok Piawang. Di kenal dengan Hak Piawang atau Hak Dukun atau Orang Berkedudukan wajib mempedomani adat dan beradab, meminta bantuan dengan menyuguhkan sirih, apabila penyakit telah sembuh wajib membayar mahar sebagai ucapan terima kasih, sesuai dengan petunjuk dukun.
  3. Tukua Menukua. Tukua menukua nakau amen ade kecek pekat kundoi dik menjuwoa ngen dik menukua Jual beli menjadi sah apabila ada kata sepakat dari pihak penjual dan pihak pembeli.
Di tengah gelombang kekerasan, keserakahan dan krisis identitas budaya lokal yang telah melumat habis ikatan kemanusiaan dan kebersamaan di banyak tempat di tanah air dan ditengah terjadinya krisis hukum nasional di Jurukalang misalnya, masih ada kekuatan yang terus dipelihara untuk memperkuat teladan dan kearifan budaya di kalangan masyarakat adat, kearifan menyelesaikan konflik, pertikaian melalui pendekatan kemanusiaan dan persaudaraan yang sangat luhur, Kearifan budaya itu berupa tradisi mempergunakan media tepung tawar dalam meresolusi konflik.

Menurut Bapak Salim Senawar, pemangku adat desa Jurukalang Topos, apabila ada konflik, kekerasan yang saling melukai satu sama lain, dengan menggunakan tradisi tepung tawar itu, diantara orang yang bertikai dapat saling berdamai dan akur kembali. Kemudian dia menceritakan;
Pengalaman konflik antara pemuda desa Topos dengan pemuda tetangga desa sebelahnya saat acara pesta pernikahan. Kedua pemuda itu sudah saling melukai walaupun belum ada yang terbunuh. Konflik antar kedua pemuda itu sudah berkembang aromanya ke arah konflik antar komunitas adapt dalam satu Marga. Namun tokoh adat setempat segera berinisiatif menemui sang keluarga yang bertikai untuk mencari kebenaran asal usul dan penyebab pertikaian. Setelah diketemukan, tutur, tokoh adat dari pihak yang bersalah itu kemudian mendatangi keluarga pihak yang bertikai lainnya sambil membawa “iben/sirih” yakni sebagai alat atau sarana yang harus dibawah kepada keluarga korban atau yang tidak bersalah dalam konflik itu, di dalamnya seperangkah sirih lengkap dan sebungkus rokok.

Sirih atau iben itu sebagai bentuk ungkapan penyesalan dan permohonan maaf kepada keluarga korban. Kalau sudah ada iben ini dibawa, biasanya keluarga korban merasa puas dan dihormati dan langsung menerima ungkapan maaf itu dengan lapang dada tanpa ada perasaan dendam. Usai pemberian iben, kemudian dilanjutkan dengan tradisi tepung tawar dan makan serawo atau punjung mentah, pemuda atau orang yang saling bertikai itu kemudian saling mengoleskan tepung tawar di badannya. Sesudah itu, maka kedua pemuda yang bertikai tadi sudah dianggap menjadi bagian dari saudaranya sendiri. Usai melakukan tradisi punjung mentah dan tepung tawar, konflik yang sudah makin memanas itu kemudian menjadi reda, ungkap Bapak Salim. Ia sendiri sebagai pemangku adat cukup sering menjadi ‘duta’ perdamaian dan melakukan tradisi lokal semacam itu. “kalau semua konflik harus diselesaikan secara hukum, nyatanya makin repot dan menimbulkan konfliknya turunan, selain karena aparat negara lambat, butuh ongkos yang lebih dan masyarakat juga kurang puas, hasilnya jauh lebih ampuh dengan pendekatan adat atau budaya lokal,” ungkap Bapak Salim.
Media tepung tawar ini tidak hanya berlaku bagi komunitas yang seidentitas budaya saja, tapi juga dapat dilakukan oleh orang luar yang kebetulan sedang berselisih paham atau berkonflik dengan orang adat Jurukalang.

Hukum Perkawinan
Selain Hukum delik Adat, system Hukum di wilayah Lebong, tempat berdiamnya masyaraat hukum adat Rejang. Terdapat juga Hukum perkawinan dan Hukum waris, dalam system perkawinan yang mengcacu pada system eksogami yaitu perkawinan di luar Petulai dan ini merupakan syarat mutlak bagi adanya petulai sebagi clan.

Sebelum dilakukan perkawinan biasanya dilaksanakan pertunangan yaitu proses persetujuan antar kedua belah pihak yang mau kawin persetujuan ini meliputi perjanjian hendak melangsungkan perkawinan tertentu, dalam hal memberikan tanda persetujuan atau janji biasanya seorang laki-laki memberikan tanda rasan kepada seorang perempuan tanda ini biasa dalam bentuk uang dan kain proses ini sering disebut dengan rasan muda, sedang rasan tua adalah kesepakatan antara kedua pihak keluarga yang juga melibatkan unsur kutai lebih luas.

Ketika system rasa tua ini tidak menemui kesepakatan antara kedua belah pihak keluarga, kecenderungan antara bujang gadis untuk mengadakan kawin lari dalam system Hukum local di Jurukalang di sebut mmaling dengan dua cara, yaitu melarikan dengan terang dimana kedua orang tua laki-laki dan perempuan mengetahui kejadian tersebut dan melarikan dengan gelap kedua orang tua dua belah pihak tidak mengetahui kejadian mmaling ini, kedua system ini tentunya memiliki konsekwensi masing-masing.

Sampai saat ini di Jurukalang masih dijumpai system Hukum perkawinan yaitu adanya denda Mas Kutai sebagai hukuman atas pelanggaran kawin dan larangan menari antara bujang gadis sesame satu petulai, perkawinan eksogami ini pada asalnya di suku bangsa Rejang berbentuk kawin jujur dan kemudian muncul pula bentuk Kawin Semendo disebabkan oleh pengaruh Adat Minagkabau sehingga dalam system Adat Rejang terdapat dua system perkawinan dan kawin semendo ini disebut dengan istilah Kawin Semendo Ambil Anak.

Perkembangan komunitas membawa implikasi perkembangan system Kawin Semendo dengan bermacam-macam akibat Hukum yang menyertainnya ada kawin semendo yang menentukan bahwa semua anak masuk kedalam petulai mak, indok (ibu) dan ada yang menentukan sebagian anak ikut petulai bak (bapak) system ini tidak mempengaruhi system patrilinial, kemudian kesepakatan kedua system perkawinan ini melahirkan Kawin Semendo Rajo-Rajo artinya bahwa anak semuanya masuk ke petulai bak dan masuk juga ke petulai mak, system ini bukan doble unilateral tetapi tetap unilateral dalam pengertian patrilineal.

Beleket adalah salah satu system perkawinan dalam Hukum Adat Rejang yang saat ini tidak dilakukan lagi, system ini melepaskan haknya atas clan seorang perempuan dari system keluarga asal dan masuk ke dalam keluarga laki-laki atau suami disamping memang wajib tinggal sampai meningal di keluarga suaminya, sementara sang suami wijib memberikan leket dalam bentuk uang dan barang kepada keluarga perempuan.

Larangan-larangan dalam system perkawinan dalam Hukum Adat Rejang saat ini banyak dipengaruhi oleh system agama Islam (syarak), selain larangan kawin dengan sesame warga se petulai, larangan perkawinan parallel cousins dan cross counsins atau perkawinan antar orang-orang saudara sepupu atau orang-orang yang senenek datau sedatuk pun merupakan larangan berat, sangsi atas pelanggaran ini sangat berat dengan membayar mas kutai serta penyembelihan seekor kambing untuk membasuh dusun dari noda atas pelanggaran yang dilakukan, perkawinan ini sering di sebut Kawin Pecah Periuk sedangkanperkawinan satu Poyang (Sepoyang adalah penyebutan dimana kedua orang tua kedua belak pihak pada posisi saudara sepupu) perkawinan ini di sebut Kawin Pecah Tumang.

Hukum Waris
Hukum waris di Jurukalang mempunyai hubungan yang erat dengan keperluan dan keseimbangan komunitas, dengan system dusun yang merupakan kesatuan patrilinial membawa perasaan kesatuan, sehingga harta peningalan jarang sekali di bagi-bagikan terutama sekali jika telah ada seorang dari alhi waris ditunjuk untuk mengurus harta peninggalan tersebut. Pada asalnya hukum yang bertalian dengan harta di kalangan suku Rejang didasarkan kepada adat belaka, hukum warisnya mempunyai sangkut paut dengan keperluan masyarakatnya dan menjadi keseimbangan dalam keseluruhan masyarakat.

Menurut alam fikiran yang berkembang di masyarakat adat Rejang, matinya salah seorang dari anggota keluarga tidaklah memutuskan dan membinasakan keluarga, namun masih saja di anggap akan ada yang mengantikan orang yang telah meninggal dunia, falsafah ‘Buruk Puar Aling Jelupuh, Patah Tumbuh Ilang Berganti’ adalah bentuk dari manivestasi pergantian generasi yang telah meninggal.

Pada umumnya menurut Adat ditunjuk anak yang tertua dan rumah serta pekarangannya berikut sawah peningalan mendiang diberikan kepada anak yang tertua baik secara amanah atau tidak.Kedudukan istimewa anak yang tertua ini dinamakan Tuban Beun lazimnya ahli waris yang lain tidak menaruh keberatan terhadap tuban buen tersebut, jika ada yang keberatan biasanya anak yang tertua menuntut pelapin baw sejumlah 24 real dari tiap-tiap ahli waris yang keberatan.
Saat ini umumnya ahli waris dari seseorag yang telah meninggal adalah anak-anak mendiang dengan tambahan restriksi;
  1. Perlu diketahui apa bentuk perkawinan si anak
  2. Perlu diketahui dari bentuk perkawinan apa si anak lahir
Jika bentuk perkawinan anak perempuan adalah jujur/beleket maka anak perempuan itu buat sementara waktu dilepaskan haknya dari pewarisan karena jika suaminya meninggal dunia ia mengantikan kedudukan suaminya dalam hal waris. Sementara perempuan yang tidak kawin jujur tetap menjadi alhi waris dari orang tuanya, sedangkan perempuan dengan kawin jujur buat sementara disingkirkan yaitu selama masa perkawinannya, dalam hal sarak atau cerai mati ia baru mendapat kembali hak warisnya.

Jika perkawinan anak laki-laki adalah kawin semendo tambik anak maka ia tetap menjadi ahli waris dari orang tuanya dan jika bentuk perkawinanya adalah semendo rajo-rajo maka si anak baik laki-laki atau perempuan menjadi ahli waris dari kedua orang tuannya. Seterusnya jika anak tidak ada maka akan diganti oleh cucu kemudian diganti oleh piut dan seterusnya, diambil dahulu turunan di bawah. Sementara posisi anak angkat dalam system Adat Rejang bukan merupakan alhi waris yang sah hal yang sama juga terjadi kepada anak tiri tetapi ketika ia menjadi mulang jurai keduanya bias mempunyai hak waris, selanjutnya hubungan hukum waris ini sangat dipengaruhi dengan sistem dan hukum perkawinan, dan hukum perkawinan ini sangat mempengaruhi susunan ahli waris dan hubungan dalam sistem kekeluargaan.

Ketika Marga masih eksis sering dijumpai tanah pusaka (sako) yang ditinggalkan oleh ahli waris untuk waktu yang lama tidak di usahakan dan tanah pusaka tersebut terbengkalai maka dengan kondisi ini maka tanah tersebut menjadi hak komunal. Hukum waris ini sangat berhubungan dengan hukum-hukum lain yang terdapat dan berkembang di dalam masyarakat Rejang demikian juga di Jurukalang sehingga ‘adat bersendi syarak, syarak bersendikan kitabullah’ menjadi salah satu yang mempengaruhi sistem waris ini, disampin hukum waris dengan hukum tanah dimana hak peserta para anggota masyarakat atau hak bersama masyarakat adat yang membatasi pewarisan tanah. Sako dalam hukum adat di Jurukalang umunya berupa tanah, lading, kebun atau sawah, rumah, beberapa perhiasan dan perkakas rumah tangga.

Begitulah sedikit tentang kebudayaan adat rejang, itu baru sedikit dari budaya yang ada di Indonesia, baru ada suku rejang. Begitu unik dan begitu sakral budaya yang masih dipertahankan masyarakat rejang sampai saat ini.

Jika melihat apa yang dilakukan Bung Karno, ketika menggagas kemerdekaan Republik Indonesia, dengan kekuatan dan pandangan sang Revolusioner sejati untuk bangsa ini. Sehingga sampai-sampai di adopsi Fidel Castro, Luar Biasaaaa....


Dalam kemandirian sosial budaya, Soekarno secara tegas menolak budaya asing, padahal secara natural suatu bangsa tidak dapat mengisolasi diri dari pengaruh asing dan buktinya nilai-nilai komunis juga telah masuk di Indonesia. Demi mewujukan kemandirian sosial budaya, pada era Soekarno hampir terperosok pada paham chauvinistik dengan mengisolasi diri dan fasisme dengan merendahkan bangsa lain, sehingga sering terjadi konflik dengan negara-negara tetangga.

Ajaran Soekarno yang diadopsi oleh Fidel Castro dalam konteks Kuba adalah ajaran Trisakti. Yang menarik adalah bahwa Fidel Castro mengadopsi dan menerapkan prinsip Soekarno itu secara konsisten dan tegar dalam seluruh sistem pemerintahannya. Konsistensi yang paling kentara adalah menolak segala bentuk imperialisme dan kapitalisme yang merupakan pendiktean oleh Barat tentang ekonomi, politik dan budaya. Castro sangat jelas menolak kehadiran dan campur tangan IMF dalam negaranya, bahkan menyerukan agar lembaga pendanaan kapitalis internasional yang menindas negara-negara berkembang itu semestinya dibubarkan dan dihentikan perannya. Ini merupakan wujud pelaksanaan Trisakti yang konsisten oleh Castro dalam konteks Kuba, yakni kemandirian dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Kekuatan ekonomi sendiri merupakan landasan bagi pemerintah Kuba untuk membangun negara dan rakyatnya. Tidak ada hutang luar negeri yang diterima sebagai landasan, sehingga tak ada kewajiban cicilan bunga hutang yang tinggi yang harus dibayar oleh pemerintah Kuba. Seluruh pendapatan negara dialokasikan pertama-tama untuk belanja tunjangan sosial, dan kedua untuk belanja pendidikan. Kepentingan lain berada dalam urutan prioritas berikutnya. Karena berdikari dalam bidang ekonomi, Kuba telah mampu mempertahankan kedaulatan dalam bidang politik dan kedaulatan dalam kebudayaan nasionalnya.

Begitulah sangat berarti dan sangat konsistennya seorang Fidel Castro menggunakan sistem pemerintahannya seperti ajaran Tri Sakti. Patut kita berbangga diri, kita bangsa Indonesia dengan Ir.Soekarno Putra Sang Fajar Indonesia.



Jadi, sudah jelas. Indonesia memiliki berbagai suku dan budaya dengan cara adat yang berbeda, dan Indonesia memiliki beragam agama yang diyakini masyarakat Indonesia, sesuai dalam Pancasila yang berbunyi," Ketuhanan Yang Maha Esa". Agama Islam menjadi Agama Mayoritas di Republik ini, itulah indonesia di kenal dengan kekayaan suku dan budaya oleh negara luar. Indonesia berlandaskan UUD 1945 dan Pancasila, bendera merah putih sebagai bendera republik ini. Bahasa Indonesia sebagai bahasa pemersatu bangsa.

Mungkin sedikit aku ingin bertanya kepada sahabat-sahabat semuanya, sudah berapa persen % kah budaya, adat istiada yang ada di indonesia saat ini yang masih bisa bertahan ?

Apakah hanya sebagai simbol saja Indonesia memiliki kekayaan budaya dan suku selama ini, yang selalu kita bangga-banggakan dengan negara luar ?

Mari sedikit kita berkaca dengan moment pergantian tahun baru ini....!!!

Maaf untuk sahabat-sahabat yang bukan beragama islam, ini saya tuliskan khusus buat umat muslim dalam memperingati pergantian tahun baru islam dan tahun baru masehi.

Siapa yang tidak tahu kapan tahun baru masehi itu ? 
Siapa yang tidak merayakan tahun baru masehi ?
 
Memang sebagian besar manusia di bumi pasti tidak akan melewatkan momen yang hanya terjadi sepersekian detik dalam satu tahun. Orang-orang berbondong-bondong keluar rumah untuk mencari keramaian. Mereka menghabiskan malam yang panjang dengan suka cita. Banyak cara yang dilakukan oleh seseorang agar momen yang langkah itu tidak terlewatkan. Banyak yang mengisi malam perayaan dengan berkumpul dan bakar-bakar, menikmati sajian konser musik, melakukan travelling dan masih banyak yang lain.

Jika kita berpikir sejenak, berapa jumlah uang yang harus dihabiskan untuk satu malam itu ?

Pasti bukan dalam jumlah nominal yang kecil, mengingat di berbagai daerah dapat dipastikan akan ramai dengan nyala kembang api. Tidak tanggung-tanggung kembang api yang disiapkan untuk perayaan malam itu, di negara EROPA (Barat) saja menghabiskan bermilyaran hanya untuk pesta kembang api. Bayangkan saja jika uang itu dialokasikan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang pasti uang tersebut tidak akan terbakar dengan sia-sia.

Orang-orang berbondong-bondong keluar rumah untuk mencari hiburan dengan dalih merayakan pergantian tahun baru yang harus dirayakan. Coba kita lihat sedikit ke jalan-jalan di mana perayaan berlangsung. Ribuan, bahkan jutaan kendaraan turun memadati jalan-jalan di perkotaan. Seperti semut yang berbaris tak teratur. Mobiil, motor, angkutan dan masih banyak yang lain ikut dalam keramaian itu. Bukan sebuah hiburan yang mereka dapatkan, melainkan rasa sebal karena terjebak di tengah macet yang luar biasa. Butuh waktu berjam-jam untuk kondisi jalan normal kembali. Sekali lagi, mari kita pikir. Berapa juta liter bahan bakar yang digunakan orang-orang dalam kemacetan itu ?

Alangkah tidak bijaksananya ketika kita melakukan sesuatu yang tidak mendatangkan manfaat kepada kita. Hanya Happy dan Pesta Pora yang kita dapatkan.

Sebagai seorang muslim, apakah islam mengajarkan kita untuk berhambur-hamburan merayakan sesuatu yang sama sekali tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW. Bagaimanakah pendapat Rasulullah ketika melihat ummatnya melakukan sesuatu yang kurang bermanfaat seperti itu ?

Sungguh sangat berbeda antara tahun baru masehi dan tahun baru hijriyah. Tahun baru masehi yang identik dengan keramaian dan penuh dengan berfoya-foya berbanding terbalik dengan peringatan tahun baru islam (hijriah).

Apakah orang-orang banyak yang tahu kapan itu tanggal tahun baru islam ?
Apakah mereka juga merayakannya dengan gegap gempita ?
yah, bisa dijawab pasti hanya sebagian kecil saja.
Kenapa dalam malam pergantian tahun baru islam itu cenderung sepi ?
Apa yang salah dengan malam itu ?

Tidak ada yang salah dengan pergantian tahun itu, hanya saja, yang berbeda adalah orang yang merayakan dengan cara mereka merayakannya. Sebagai seorang muslim yang baik, sudah sepatutnya melakukan apa yang sudah diajarkan agama kepadanya. Dalam islam, seorang muslim diajarkan merayakan pergantian tahun baru dengan cara yang baik dan benar. Dalam islam disunnahkan untuk mengisi momen itu dengan banyak berdoa kepada Allah, banyak berdzikir kepada Allah. Sebuah cara yang sangat tepat dilakukan, diperlukannya sebuah muhassabah (perenungan) akan perbuatan kita yang telah kita lakukan satu tahun yang lalu. Kemana kah arah diri kita, menuju ke arah yang lebih baik ataukah malah menjauh dari hal-hal baik. Kita perlu mengetahuinya untuk kita berpijak di tahun yang baru.

Memang dalam perayaan tahun baru islam, suasana terlihat sepi dan biasa saja. Hal ini dikarenakan orang-orang merayakannya dengan bertafakur dan beriktikaf dalam rumah-rumah Allah. Mereka lebih suka menyepi untuk mendekatkan diri kepada Allah dari pada mendekatkan diri mereka kepada keramaian yang akan mendatangkan kemudhorotan (bahaya). Alangkah bijaknya ketika kita sebagai agama islam, tetap memegang teguh ajaran keislaman dengan baik dan benar tanpa harus ikut-ikutan melakukan apa yang banyak orang lain lakukan.

“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka”

"Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah ialah dua belas bulan dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa". (Qs At-Taubah : 36)

3 pesan perubahan dalam menyambut Tahun Baru Hijriah, yaitu:
1. Hindari kebiasaan-kebiasaan lama / hal-hal yang tidak bermanfaat pada tahun yang lalu untuk tidak diulangi lagi di tahun  baru ini.
2. Lakukan amalan-amalan kecil secara istiqamah, dimulai sejak tahun baru ini yang nilai pahalanya luar biasa dimata Allah SWT, seperti membiasakan shalat dhuha 2 raka’at, suka sedekah kepada fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim, dll.
3. Usahakan dengan niat yang ikhlas karena Allah agar tahun baru ini jauh lebih baik dari tahun kemarin dan membawa banyak manfaat bagi keluarga maupun masyarakat muslim lainnya.


Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?.” Mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah).” Para malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?.” Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (An Nisaa’ (4): 97)

Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (An Nisaa’ (4): 100) 


Tidak salah jikalau kita mau menggunakan pesan-pesan tersebut dalam pergantian tahun baru 2016 ke tahun 2017 ini.

Sekali lagi, mari kita sama-sama merenung sejenak, sejauh mana kita mempertahankan budaya bangsa kita saat ini ?
Benar juga, kita bangsa Indonesia bukan terlahir dari budaya Arab, kita memang memiliki struktur budaya tersendiri, dan kita bangsa indonesia malah lebih menghargai budaya-budaya luar, tetapi bukan mesti kita harus menjiplak budaya luar. Bukankah Bung Karno Sering Mengatakan :



"Dalam kemandirian sosial budaya, Soekarno secara tegas menolak budaya asing, padahal secara natural suatu bangsa tidak dapat mengisolasi diri dari pengaruh asing dan buktinya nilai-nilai komunis juga telah masuk di Indonesia. Demi mewujukan kemandirian sosial budaya, pada era Soekarno hampir terperosok pada paham chauvinistik dengan mengisolasi diri dan fasisme dengan merendahkan bangsa lain, sehingga sering terjadi konflik dengan negara-negara tetangga". (Soekarno)

Maaf sekali lagi, aku bukan mengatakan buruk ataupun mengvonis maupun menjust, banyak masyarakat Indonesia melakukan perayaan pergantian tahun baru, dengan berkumpul dengan keluarga, bakar-bakar ikan/jagung/ dan sebagainya, menikmati musik, pesta kembang api. Secara silaurahmi dan berkumpul bersama keluarga itu memang bagus, karena moment yang langkah di manfaatkan bersama-sama dengan keluarga, jalan-jalan dengan keluarga, tetapi apa salahnya jikalau kita memanfaatkan waktu sejenak sebelum berkumpul dengan keluarga, kita ke rumah ibadah, untuk berdoa bersama keluarga, memohon ampunan dan memohon petunjuk dengan Tuhan Yang Maha Esa, selama tahun 2016 apabila kita banyak melakukan kesalahan, mohon di maafkan, dan di tahun 2017 yang akan datang, kita memohon di berikan petunjuk dan jalan yang baik, sehingga kita tidak terjebak tipuan duniawi. Mungkin hal itu yang patut kita lakukan di saat pergantian tahun baru.


Dengan menutup tulisan ku ini, bukan aku sok alim, bukan aku sok suci dan buka pula aku sok pintar. Dalam menulis ini aku hanya saja mencoba membukakan diri sesaat, dan aku mencoba merenung sejenak, di saat tahun-tahun yang lalu aku lewatkan berbagai macam yang aku lihat sendiri dan aku lakukanpun dengan sendiri, di tahun ini. Aku mencoba membenah diri, melihat dari tahun-tahun yang sudah-sudah aku lewatkan, tidak ada satupun yang aku dapatkan hal moment yang bermanfaat ketika melakukan pergantian tahun dengan berpesta pora, sedikit selama ini merasakan, aku sudah sangat jauh dengan Allah sebagai Tuhan satu-satunya bagi diri ku, maka.. aku mencoba di tahun ini, ingin melakukan pergantian tahun baru dengan menyendiri, merenung, berfikir, mengevaluasi diri sebaik mungkin. InsyaAllah, pergantian tahun ini, akan membuat diri ini semakin dekat dengan-Nya Allah swt, dan selalu mencoba melaksanakan perintah-Nya, dan lebih banyak belajar sesuai dengan petunjuk Al-qur'an dan hadits-hadits Rasullalah saw. InsyaAllah, Allah memaafkan kesalahan-kesalahan yang pernah aku lakukan selama tahun 2016 dan tahun-tahun yang lalu. Mudah-mudahan Allah masih memberikan kesempatan buat diri ini, menjadi Hamba-Nya yang selalu mengerjakan hal-hal yang baik, membantu orang lain disaat orang lain membutuhkan pertolongan, InsyaAllah.. Allah mempermudahkan jalan dan kesuksesan di tahun yang akan datang. Amin Ya Allah...

Semoga Bermanfaat
Semoga Berkah
Selalu Istiqomah

Sumber :
https://id.wikipedia.org/wiki/Budaya_Indonesia

http://www.akar.or.id/2016/12/01/hukum-adat-rejang-catatan-riset-aksi-meniti-jalan-pengakuan-masyarakat-hukum-adat-rejang/
https://rudyrebes.wordpress.com/2014/10/30/konsep-trisakti-bung-karno/
http://flpmaliki.blogspot.co.id/2014/01/perbedaan-tahun-baru-masehi-dan-tahun.html
http://hadisdakwah.blogspot.co.id/2015/05/tahun-baru-islamtahun-baru-hijriyah.html