Ku mencoba berfikir kembali, apa sebenarnya yang terjadi dengan sistuasi
politik Indonesia. Masalah Kemiskinan, masalah pelanggaran HAM Berat. Katanya Keadilan Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia, serta dalam memperjuangkan sebuah Keadilan Hak Asasi Manusia yang
mana katanya Indonesia sudah berdasarkan Negara Demokrasi ?
Dari hal yang aku lihat dan aku alami sendiri selama aku masih berdiri
bersama kaum Marjinal selama ini, banyak hal yang aku dapatkan dan aku alami.
Apa yang aku lihat dan aku fikirkan selama ini, ternyata benar-benar terjadi
saat ini, katanya Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945, Berdasarkan
PANCASILA, Kita masih menjadi NKRI, Bendera Kita Merah Putih, Bahasa Kita
Bahasa Indonesia. Terus Pertanyaan ku;
Apakah Nasib Bangsa Indonesia saat ini bisa kita anggap hal yang biasa atau
sudah luar biasa ?
Melihat saat ini, zaman semakin canggih, hampir semuanya di gunakan alat teknologi, zaman digital tidak bisa di elakkan lagi, tetapi sayang, masih saja perlakukan demokrasi dipandang sebelah mata, banyak yang tidak bebas berbicara, dibatas dengan undang-undang ITE, pencemaran nama baik, dan masih banyak lagi hal-hal yang lain yang tidak layak ketika kita menjawab bahwa bangsa ini adalah bangsa demokrasi.
Menarik bagi ku, untuk kali ini, aku mencoba menulis sebuah tulisan mengarah ke tujuan tentang perjuangan para Pemuda dan Mahasiswa dari masa ke masa. Sengaja aku mengarah pada Sang Aktivis Reformasi, mengapa aku katakan dia (Wiji Thukul) seorang Aktivis Reformasi, karena aku sangat kagum dan bangga bangsa ini memiliki seorang seniman sejati yang berani mengeluarkan kata-kata lewat sair seni nya untuk membangun sebuah perlawanan otoriter yang mana sudah berpulu-puluh tahun lamanya menjadi penguasa bangsa indonesia. Walaupun Wiji Thukul telah gugur dalam ikut serta penghilangan para Aktivis ’98. Tapi, bagi kami dia (Wiji Thukul) tetap ada bersama kami. Maka.. kami selalu mendoakan. Agar nilai kebaikkan nya untuk bangsa ini, agar Tuhan bisa menepatkan dia (Wiji Thukul) di surga yang kekal dan abadi. Amin...
Menarik bagi ku, untuk kali ini, aku mencoba menulis sebuah tulisan mengarah ke tujuan tentang perjuangan para Pemuda dan Mahasiswa dari masa ke masa. Sengaja aku mengarah pada Sang Aktivis Reformasi, mengapa aku katakan dia (Wiji Thukul) seorang Aktivis Reformasi, karena aku sangat kagum dan bangga bangsa ini memiliki seorang seniman sejati yang berani mengeluarkan kata-kata lewat sair seni nya untuk membangun sebuah perlawanan otoriter yang mana sudah berpulu-puluh tahun lamanya menjadi penguasa bangsa indonesia. Walaupun Wiji Thukul telah gugur dalam ikut serta penghilangan para Aktivis ’98. Tapi, bagi kami dia (Wiji Thukul) tetap ada bersama kami. Maka.. kami selalu mendoakan. Agar nilai kebaikkan nya untuk bangsa ini, agar Tuhan bisa menepatkan dia (Wiji Thukul) di surga yang kekal dan abadi. Amin...
Tetapi sebelum itu aku mencoba mengingatkan kembali, ada beberapa sejarah
membuktikan Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Indonesia dari Masa Ke Masa Selama Indonesia
di Jajah Oleh Bangsa Asing Maupun Oleh Bangsa Sendiri dalam perjuangan untuk
kemerdekaan Republik ini.
Kita tahu bahwasannya gerakan mahasiswa di Indonesia adalah
kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam maupun di luar perguruan tinggi yang
dilakukan untuk meningkatkan kecakapan, intelektualitas dan kemampuan
kepemimpinan para aktivis yang terlibat di dalamnya.
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Karena tanpa orang-orang yang berani dengan intelektualitas tinggi, maka tak akan mereka berani untuk ambil adil menginginkan sebuah perubahan untuk bangsa ini.
Mari kita simak beberapa perjuangan Pemuda dan Mahasiswa Bangsa ini;
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan nasional, seperti yang tampak dalam lembaran sejarah bangsa. Karena tanpa orang-orang yang berani dengan intelektualitas tinggi, maka tak akan mereka berani untuk ambil adil menginginkan sebuah perubahan untuk bangsa ini.
Mari kita simak beberapa perjuangan Pemuda dan Mahasiswa Bangsa ini;
Pada Tahun 1908; Boedi Oetomo, adalah suatu wadah perjuangan yang pertama
kali memiliki struktur pengorganisasian modern. Didirikan di Jakarta, 20 Mei 1908 oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga
pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan keresahan
intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang ditampilkannya.
Pada konggres yang pertama di Yogyakarta,
tanggal 5 Oktober 1908 menetapkan tujuan perkumpulan : Kemajuan yang
selaras buat negeri dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran,
pertanian, peternakan dan dagang, teknik dan industri, serta kebudayaan.
Dalam 5 tahun permulaan Budi Oetomo sebagai
perkumpulan, tempat keinginan-keinginan bergerak maju dapat dikeluarkan, tempat
kebaktian terhadap bangsa dinyatakan, mempunyai kedudukan monopoli dan oleh
karena itu Budi Utomo maju pesat, tercatat akhir tahun 1909 telah mempunyai 40
cabang dengan lk.10.000 anggota.
Disamping itu, para mahasiswa Indonesia yang
sedang belajar di Belanda, salah satunya Mohammad Hatta yang saat itu sedang belajar di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam mendirikan Indische Vereeninging yang
kemudian berubah nama menjadi Indonesische Vereeninging tahun 1922, disesuaikan
dengan perkembangan dari pusat kegiatan diskusi menjadi wadah yang berorientasi
politik dengan jelas. Dan terakhir untuk lebih mempertegas identitas
nasionalisme yang diperjuangkan, organisasi ini kembali berganti nama baru
menjadi Perhimpunan Indonesia, tahun 1925.
Berdirinya Indische Vereeninging dan
organisasi-organisasi lain, seperti: Indische Partij yang melontarkan Sarekat Islam,
dan Muhammadiyah yang beraliran nasionalis demokratis dengan dasar agama, Indische Sociaal Democratische Vereeninging (ISDV) yang berhaluan Marxisme,
menambah jumlah haluan dan cita-cita terutama ke arah politik. Hal ini di satu
sisi membantu perjuangan rakyat Indonesia, tetapi di sisi lain sangat
melemahkan BU karena banyak orang kemudian memandang BU terlalu lembek oleh
karena hanya menuju "kemajuan yang selaras" dan terlalu sempit
keanggotaannya (hanya untuk daerah yang berkebudayaan Jawa) meninggalkan BU.
Oleh karena cita-cita dan pemandangan umum berubah ke arah politik, BU juga
akhirnya terpaksa terjun ke lapangan politik. Propaganda kemerdekaan Indonesia, Kehadiran Boedi Oetomo, Indische Vereeninging,
dll. Pada masa itu merupakan suatu episode sejarah yang menandai munculnya
sebuah angkatan pembaharu dengan kaum terpelajar dan mahasiswa sebagai aktor
terdepannya, yang pertama dalam sejarah Indonesia : generasi 1908, dengan
misi utamanya menumbuhkan kesadaran kebangsaan dan hak-hak kemanusiaan
dikalangan rakyat Indonesia untuk memperoleh kemerdekaan, dan mendorong
semangat rakyat melalui penerangan-penerangan pendidikan yang mereka berikan,
untuk berjuang membebaskan diri dari penindasan kolonialisme.
Pada Tahun 1928; Pada
pertengahan 1923, serombongan mahasiswa yang bergabung dalam Indonesische
Vereeninging (nantinya berubah menjadi Perhimpunan Indonesia) kembali ke tanah
air. Kecewa dengan perkembangan kekuatan-kekuatan perjuangan di Indonesia, dan
melihat situasi politik yang di hadapi, mereka membentuk kelompok studi yang
dikenal amat berpengaruh, karena keaktifannya dalam diskursus kebangsaan saat
itu. Pertama, adalah Kelompok Studi Indonesia (Indonesische Studie-club) yang
dibentuk di Surabaya pada tanggal 29 Oktober 1924 oleh Soetomo, Kedua, Kelompok Studi Umum (Algemeene Studi-Club) direalisasikan oleh para nasionalis dan mahasiswa Sekolah Tinggi Teknik di Bandung yang dimotori oleh Soekarno pada tanggal 11 Juli 1925.
Diinspirasi oleh pembentukan Kelompok Studi
Surabaya dan Bandung, menyusul kemudian Perhimpunan (PPPI), prototipe organisasi yang menghimpun seluruh elemen gerakan mahasiswa
yang bersifat kebangsaan tahun 1926, Kelompok Studi St. Bellarmius yang menjadi
wadah mahasiswa Katolik, Cristelijke Studenten Vereninging (CSV) bagi mahasiswa
Kristen, dan Studenten Islam Studie-club (SIS) bagi mahasiswa Islam pada tahun
1930-an.
Dari kebangkitan kaum terpelajar, mahasiswa,
intelektual, dan aktivis pemuda itulah, munculnya generasi baru pemuda
Indonesia yang memunculkan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
Sumpah Pemuda dicetuskan melalui Konggres Pemuda II yang berlangsung di Jakarta
pada 26-28 Oktober 1928, dimotori oleh PPPI.
Pada Tahun 1945; Dalam
perkembangan berikutnya, dari dinamika pergerakan nasional yang ditandai dengan
kehadiran kelompok-kelompok studi, dan akibat pengaruh sikap penguasa Belanda
yang menjadi Liberal, muncul kebutuhan baru untuk menjadi partai politik,
terutama dengan tujuan memperoleh basis massa yang luas. Kelompok Studi
Indonesia berubah menjadi Partai Bangsa Indonesia (PBI), sedangkan Kelompok Studi
Umum menjadi Perserikatan Nasional Indonesia (PNI).
Secara umum kondisi pendidikan maupun kehidupan
politik pada zaman pemerintahan Jepang jauh lebih represif dibandingkan dengan
kolonial Belanda, antara lain dengan melakukan pelarangan terhadap segala
kegiatan yang berbau politik; dan hal ini ditindak lanjuti dengan membubarkan segala
organisasi pelajar dan mahasiswa, termasuk partai politik, serta insiden kecil
di Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta yang mengakibatkan mahasiswa dipecat dan
dipenjarakan.
Praktis, akibat kondisi yang vacuum tersebut,
maka mahasiswa kebanyakan akhirnya memilih untuk lebih mengarahkan kegiatan
dengan berkumpul dan berdiskusi, bersama para pemuda lainnya terutama di
asrama-asrama. Tiga asrama yang terkenal dalam sejarah, berperan besar dalam
melahirkan sejumlah tokoh, adalah Asrama Menteng Raya, Asrama Cikini, dan
Asrama Kebon Sirih. Tokoh-tokoh inilah yang nantinya menjadi cikal bakal
generasi 1945, yang menentukan kehidupan bangsa.
Salah satu peran angkatan muda 1945 yang
bersejarah, dalam kasus gerakan kelompok bawah tanah yang antara lain dipimpin
oleh Chairul Saleh dan Soekarno saat itu, yang terpaksa menculik dan mendesak Soekarno dan Hatta agar secepatnya
memproklamirkan kemerdekaan, peristiwa ini dikenal kemudian dengan Peristiwa Rengasdengklok.
Pada Tahun 1966; Sejak
kemerdekaan, muncul kebutuhan akan aliansi antara kelompok-kelompok mahasiswa,
di antaranya Perserikatan Perhimpunan Maahasiswa Indonesia (PPMI),
yang dibentuk melalui Kongres Mahasiswa yang pertama di Malang tahun 1947.
Selanjutnya, dalam masa Demokrasi Liberal
(1950-1959), seiring dengan penerapan sistem kepartaian yang majemuk saat itu,
organisasi mahasiswa ekstra kampus kebanyakan merupakan organisasi dibawah
partai-partai politik. Misalnya, GMKI Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia dengan Partai Katholik, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dekat dengan PNI, Concentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) dekat dengan PKI, Gerakan Mahasiswa Sosialis Indonesia (Gemsos) dengan PSI, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) berafiliasi dengan Partai NU, Himpunan Mahasiwa Islam (HMI) dengan
Masyumi, dan lain-lain.
Di antara organisasi mahasiswa pada masa itu,
CGMI lebih menonjol setelah PKI tampil sebagai salah satu partai kuat hasil
Pemilu 1955. CGMI secara berani menjalankan politik konfrontasi dengan
organisasi mahasiswa lainnya, bahkan lebih jauh berusaha memengaruhi PPMI,
kenyataan ini menyebabkan perseteruan sengit antara CGMI dengan HMI dan,
terutama dipicu karena banyaknya jabatan kepengurusan dalam PPMI yang direbut
dan diduduki oleh CGMI dan juga GMNI-khususnya setelah Konggres V tahun 1961.
Mahasiswa membentuk Kesatuan Aksi Mahasiswa
Indonesia (KAMI) tanggal 25 Oktober 1966 yang merupakan hasil kesepakatan
sejumlah organisasi yang berhasil dipertemukan oleh Menteri Perguruan Tinggi
dan Ilmu Pendidikan (PTIP) Mayjen dr. Syarief Thayeb, yakni PMKRI, HMI, PMII, Gerakan
Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Sekretariat Bersama Organisasi-organisasi
Lokal (SOMAL), Mahasiswa Pancasila (Mapancas), dan Ikatan Pers Mahasiswa
(IPMI). Tujuan pendiriannya, terutama agar para aktivis mahasiswa dalam
melancarkan perlawanan terhadap PKI menjadi lebih terkoordinasi dan memiliki
kepemimpinan.
Munculnya KAMI diikuti berbagai aksi lainnya,
seperti Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar
Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI), dan lain-lain.
Pada tahun 1965 dan 1966, pemuda dan mahasiswa
Indonesia banyak terlibat dalam perjuangan yang ikut mendirikan Orde Baru.
Gerakan ini dikenal dengan istilah Angkatan '66, yang menjadi awal kebangkitan
gerakan mahasiswa secara nasional, sementara sebelumnya gerakan-gerakan
mahasiswa masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah
mereka yang kemudian berada pada lingkar kekuasaan Orde Baru, di antaranya Cosmas Batubara (Eks Ketua Presidium KAMI Pusat), Sofyan Wanadi, Yusuf Wanadi, ketiganya
dari PMKRI, Akbar Tanjung dari HMI dll. Angkatan '66
mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten negara. Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan
masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang Komunis yang ditukangi oleh PKI Partai Komunis
Indonesia). Setelah Orde Baru berakhir, aktivis Angkatan '66 pun mendapat
hadiah yaitu dengan banyak yang duduk di kursi DPR/MPR serta diangkat dalam
kabinet pemerintahan Orde Baru.
Pada Tahun 1974; Realitas
berbeda yang dihadapi antara gerakan mahasiswa 1966 dan 1974, adalah bahwa jika
generasi 1966 memiliki hubungan yang erat dengan kekuatan militer, untuk
generasi 1974 yang dialami adalah konfrontasi dengan militer.
Sebelum gerakan mahasiswa 1974 meledak, bahkan
sebelum menginjak awal 1970-an, sebenarnya para mahasiswa telah melancarkan
berbagai kritik dan koreksi terhadap praktik kekuasaan rezim Orde Baru,
seperti:
- Golput yang menentang pelaksanaan pemilu pertama pada masa Orde Barupada 1972 karena Golkar dinilai curang.
- Gerakan
menentang pembangunan Taman Mini Indonesia Indah pada 1972 yang menggusur banyak rakyat kecil yang tinggal di lokasi tersebut.
Diawali dengan reaksi terhadap kenaikan harga
Bahan Bakar Minyak (BBM), aksi protes lainnya yang paling mengemuka disuarakan
mahasiswa adalah tuntutan pemberantasan korupsi. Lahirlah, selanjutnya apa yang
disebut gerakan "Mahasiswa Menggugat" yang dimotori Arif Budiman yang progaram
utamanya adalah aksi pengecaman terhadap kenaikan BBM, dan korupsi.
Menyusul aksi-aksi lain dalam skala yang lebih
luas, pada 1970 pemuda dan mahasiswa kemudian mengambil inisiatif dengan
membentuk Komite Anti Korupsi (KAK) yang diketuai oleh Wilopo.
Terbentuknya KAK ini dapat dilihat merupakan reaksi kekecewaan mahasiswa
terhadap tim-tim khusus yang disponsori pemerintah, mulai dari Tim
Pemberantasan Korupsi (TPK), Task Force UI sampai Komisi Empat.
Berbagai borok pembangunan dan demoralisasi
perilaku kekuasaan rezim Orde Baru terus mencuat. Menjelang Pemilu 1971,
pemerintah Orde Baru telah melakukan berbagai cara dalam bentuk rekayasa
politik, untuk mempertahankan dan memapankan status quo dengan mengkooptasi
kekuatan-kekuatan politik masyarakat antara lain melalui bentuk
perundang-undangan. Misalnya, melalui undang-undang yang mengatur tentang
pemilu, partai politik, dan MPR/DPR/DPRD.
Muncul berbagai pernyataan sikap ketidakpercayaan
dari kalangan masyarakat maupun mahasiswa terhadap sembilan partai politik dan
Golongan Karya sebagai pembawa aspirasi rakyat. Sebagai bentuk protes akibat
kekecewaan, mereka mendorang munculnya Deklarasi Golongan Putih (Golput)
pada tanggal 28 Mei 1971 yang
dimotori oleh Arif Budiman, Adnan Buyung Nasution, Asmara Nababan.
Dalam tahun 1972, mahasiswa yang bernama Aji Uga
telah melancarkan berbagai protes terhadap pemborosan anggaran negara yang
digunakan untuk proyek-proyek eksklusif yang dinilai tidak mendesak dalam
pembangunan, misalnya terhadap proyek pembangunan Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di saat
Indonesia haus akan bantuan luar negeri.
Protes terus berlanjut. Tahun 1972, dengan isu
harga beras naik, berikutnya tahun 1973 selalu diwarnai dengan isu korupsi
sampai dengan meletusnya demonstrasi memprotes PM Jepang Kakuei Tanaka yang datang ke Indonesia dan peristiwa Malari pada 15 Januari 1974 Gerakan mahasiswa di
Jakarta meneriakan isu "Ganyang Korupsi" sebagai salah satu tuntutan
"Tritura Baru" disamping dua tuntutan lainnya Bubarkan Asisten
Pribadi dan Turunkan Harga; sebuah versi terakhir Tritura yang muncul setelah
versi koran Mahasiswa Indonesia di Bandung sebelumnya. Gerakan ini berbuntut
dihapuskannya jabatan Asisten Pribadi Presiden.
Pada Tahun 1977-1978; Setelah
peristiwa Malari, hingga tahun 1975 dan 1976, berita tentang aksi protes
mahasiswa nyaris sepi. Mahasiswa disibukkan dengan berbagai kegiatan kampus
disamping kuliah sebagain kegiatan rutin, dihiasi dengan aktivitas kerja
sosial, Kuliah Kerja Nyata (KKN), Dies Natalis, acara penerimaan mahasiswa
baru, dan wisuda sarjana. Meskipun disana-sini aksi protes kecil tetap ada.
Menjelang dan terutama saat-saat antara sebelum
dan setelah Pemilu 1977, barulah muncul kembali pergolakan mahasiswa yang
berskala masif. Berbagai masalah penyimpangan politik diangkat sebagai isu,
misalnya soal pemilu mulai dari pelaksanaan kampanye, sampai penusukan tanda
gambar, pola rekruitmen anggota legislatif, pemilihan gubernur dan bupati di
daerah-daerah, strategi dan hakikat pembangunan, sampai dengan tema-tema kecil
lainnya yang bersifat lokal. Gerakan ini juga mengkritik strategi pembangunan
dan kepemimpinan nasional.
Awalnya, pemerintah berusaha untuk melakukan
pendekatan terhadap mahasiswa, maka pada tanggal 24 Juli 1977 dibentuklah Tim
Dialog Pemerintah yang akan berkampanye di berbagai perguruan tinggi. Namun,
upaya tim ini ditolak oleh mahasiswa. Pada periode ini terjadinya pendudukan
militer atas kampus-kampus karena mahasiswa dianggap telah melakukan
pembangkangan politik, penyebab lain adalah karena gerakan mahasiswa 1978 lebih
banyak berkonsentrasi dalam melakukan aksi diwilayah kampus. Karena gerakan
mahasiswa tidak terpancing keluar kampus untuk menghindari peristiwa tahun
1974, maka akhirnya mereka diserbu militer dengan cara yang brutal. Hal ini
kemudian diikuti oleh dihapuskannya Dewan Mahasiswa dan diterapkannya kebijakan NKK/BKK di seluruh
Indonesia.
Soeharto terpilih untuk ketiga kalinya dan tuntutan
mahasiswa pun tidak membuahkan hasil. Meski demikian, perjuangan gerakan
mahasiswa 1978 telah meletakkan sebuah dasar sejarah, yakni tumbuhnya
keberanian mahasiswa untuk menyatakan sikap terbuka untuk menggugat bahkan
menolak kepemimpinan nasional.
Gerakan mahasiswa tahun 1977/1978; tidak hanya
berporos di Jakarta dan Bandung saja namun meluas secara nasional meliputi
kampus-kampus di kota Surabaya, Medan, Bogor, Ujungpandang (sekarang Makassar),
dan Palembang.
28 Oktober 1977, delapan ribu anak muda menyemut di depan kampus ITB. Mereka
berikrar satu suara, "Turunkan Suharto!". Besoknya, semua yang
berteriak, raib ditelan terali besi. Kampus segera berstatus darurat perang.
Namun, sekejap kembali tentram.
Pada 10 November Tahun 1977; Di Surabaya dipenuhi
tiga ribu jiwa muda. Setelah peristiwa di ITB pada Oktober 1977,
giliran Kampus ITS Baliwerti beraksi. Dengan semangat pahlawan, berbagai pimpinan mahasiswa Se-Jawa
hadir memperingati hari Pahlawan 1977. Seribu mahasiswa berkumpul, kemudian
berjalan kaki dari Baliwerti menuju Tugu Pahlawan.
Sejak pertemuan 28 Oktober di Bandung, ITS
didaulat menjadi pusat konsentrasi gerakan di front timur. Hari pahlawan
dianggap cocok membangkitkan nurani yang hilang. Kemudian disepakati pusat
pertemuan nasional pimpinan mahasiswa di Surabaya.
Sementara di kota-kota lain, peringatan hari
Pahlawan juga semarak. Di Jakarta, 6000 mahasiswa berjalan kaki lima kilometer
dari Rawamangun (kampus IKIP) menuju Salemba (kampus UI), membentangkan
spanduk,"Padamu Pahlawan Kami Mengadu". Juga dengan pengawalan ketat
tentara.
Acara hari itu, berwarna sajak puisi serta hentak
orasi. Suasana haru-biru, mulai membuat gerah. Beberapa batalyon tempur sudah
ditempatkan mengitari kampus-kampus Surabaya. Sepanjang jalan ditutup,
mahasiswa tak boleh merapat pada rakyat. Aksi mereka dibungkam dengan cerdik.
Konsolidasi berlangsung terus. Tuntutan agar
Soeharto turun masih menggema jelas, menggegerkan semua pihak. Banyak korban
akhirnya jatuh. Termasuk media-media nasional yang ikut mengabarkan, dibubarkan
paksa.
Pimpinan Dewan Mahasiswa (DM) ITS rutin
berkontribusi pada tiap pernyataan sikap secara nasional. Senat mahasiswa
fakultas tak henti mendorong dinamisasi ini. Mereka bergerak satu suara.
Termasuk mendukung Ikrar Mahasiswa 1977. Isinya hanya tiga poin namun berarti.
"Kembali pada Pancasila dan UUD 45, meminta pertanggungjawaban presiden,
dan bersumpah setia bersama rakyat menegakan kebenaran dan keadilan".
Pada Tanggal 10 Januari Tahun 1978;
Peringatan Tritura, dihentikannya gerakan oleh penguasa. Peringatan 12 tahun
Tritura, 10 Januari 1978, peringatan 12 tahun Tritura itu jadi awal sekaligus
akhir. Penguasa menganggap mahasiswa sudah di luar toleransi. Dimulailah
penyebaran benih-benih teror dan pengekangan.
Sejak awal 1978, 200 aktivis mahasiswa ditahan
tanpa sebab. Bukan hanya dikurung, sebagian mereka diintimidasi lewat
interogasi. Banyak yang dipaksa mengaku pemberontak negara.
Tentara pun tidak sungkan lagi masuk kampus.
Berikutnya, ITB kedatangan pria loreng bersenjata. Rumah rektornya secara
misterius ditembaki orang tak dikenal.
Di UI, panser juga masuk kampus. Wajah mereka
garang, lembaga pendidikan sudah menjadi medan perang. Kemudian hari, dua
rektor kampus besar itu secara semena-mena dicopot dari jabatannya. Alasannya,
terlalu melindungi anak didiknya yang keras kepala.
Di ITS, delapan fungsionaris DM masuk
"daftar dicari" Detasemen Polisi Militer. Sepulang aksi dari Jakarta,
di depan kos mereka sudah ditunggui sekompi tentara. Rektor ITS waktu itu, Prof
Mahmud Zaki, ditekan langsung oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk
segera membubarkan aksi dan men-drop out para pelakunya. Sikap rektor seragam,
sebisa mungkin ia melindungi anak-anaknya.
Beberapa berhasil tertangkap, sisanya bergerilya
dari satu rumah ke rumah lain. Dalam proses tersebut, mahasiswa tetap
"bergerak". Selama masih ada wajah yang aman dari daftar, mereka
tetap konsolidasi, sembunyi-sembunyi. Pergolakan kampus masih panas, walau Para
Rektor berusaha menutupi, intelejen masih bisa membaca jelas.
Pada Tahun 1990; Memasuki
awal tahun 1990-an, di bawah Mendikbud Fuad Hasan kebijakan NKK/BKK dicabut dan
sebagai gantinya keluar Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan (PUOK). Melalui
PUOK ini ditetapkan bahwa organisasi kemahasiswaan intra kampus yang diakui
adalah Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi (SMPT), yang didalamnya terdiri dari
Senat Mahasiswa Fakultas (SMF) dan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Dikalangan mahasiswa secara kelembagaan dan personal
terjadi pro kontra, menanggapi SK tersebut. Oleh mereka yang menerima, diakui
konsep ini memiliki sejumlah kelemahan namun dipercaya dapat menjadi basis
konsolidasi kekuatan gerakan mahasiswa. Argumen mahasiswa yang menolak
mengatakan, bahwa konsep SMPT tidak lain hanya semacam hiden agenda untuk
menarik mahasiswa ke kampus dan memotong kemungkinan aliansi mahasiswa dengan
kekuatan di luar kampus.
Dalam perkembangan kemudian, banyak timbul
kekecewaan di berbagai perguruan tinggi karena kegagalan konsep ini. Mahasiswa
menuntut organisasi kampus yang mandiri, bebas dari pengaruh korporatisasi
negara termasuk birokrasi kampus. Sehingga, tidaklah mengherankan bila akhirnya
berdiri Dewan Mahasiswa di UGM tahun 1994 yang kemudian diikuti oleh berbagai
perguruan tinggi di tanah air sebagai landasan bagi pendirian model organisasi
kemahasiswaan alternatif yang independen.
Dengan dihidupkannya model-model kelembagaan yang
lebih independen, meski tidak persis serupa dengan Dewan Mahasiswa yang pernah
berjaya sebelumnya upaya perjuangan mahasiswa untuk membangun kemandirian
melalui SMPT, menjadi awal kebangkitan kembali mahasiswa pada tahun 1990-an.
Gerakan yang menuntut kebebasan berpendapat dalam
bentuk kebebasan akademik dan kebebasan mimbar akademik di dalam kampus pada 1987-1990 sehingga akhirnya
demonstrasi bisa dilakukan mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Saat itu
demonstrasi di luar kampus termasuk menyampaikan aspirasi dengan longmarch
ke DPR/DPRD tetap terlarang.
Pada Tahun 1998; Gerakan
1998 menuntut Reformasi dan dihapuskannya "KKN" (korupsi,
kolusi dan nepotisme) pada 1997-1998, lewat pendudukan gedung DPR/MPR oleh
ribuan mahasiswa, akhirnya memaksa Presiden Soeharto melepaskan jabatannya. Berbagai tindakan represif
yang menewaskan aktivis mahasiswa dilakukan pemerintah untuk meredam gerakan
ini di antaranya: Peristiwa Cimanggis, Peristiwa Gejayan, Tragedi Trisakti, Tragedi Semanggi I, Tragedi Semanggi II dan Tragedi Lampung Gerakan ini terus berlanjut
hingga Pemilu 1999.
Badai krisis ekonomi terjadi pada
tahun 1997. Krisis ini bermula dari jatuhnya mata uang Thailand (Bath) dan
kemudian menyapu seluruh Asia Tenggara. Pada bulan Juli 1997 nilai tukar rupiah
menurun menjadi 2400, akibatnya terjadi lonjakan pengangguran, industri gulung
tikar, dan perdagangan macet. Untuk mengatasi hal tersebut, Soeharto memohon
bantuan kepada negara-negara imperialis melalui IMF dengan syarat Indonesia
harus mencabut subsidi terhadap barang-barang kebutuhan pokok. Akhirnya,
Soeharto mengumumkan kenaikan tarif transportasi umum, hanya beberapa jam
setelah sebelumnya mengumumkan kenaikan listrik dan BBM (bahan bakar minyak),
sesuai dengan rekomendasi IMF untuk mengurangi subsidi bagi kedua komoditas
tersebut. Ketika rupiah jatuh pada nilai 10.000 terhadap dolar Amerika,
Soeharto kembali membuat konsensus dengan IMF dengan mencabut subsidi atas BBM
dan listrik. Akibatnya, harga bahan bakar naik sebesar 47% dan listrik
rata-rata naik sebesar 60%.
Mahasiswa menemukan momentumnya
seiring dengan krisis ekonomi yang terjadi tersebut. Dalam kurun waktu awal
Februari sampai Mei 1998, secara kuantitatif dan kualitatif gerakan mahasiswa
naik secara drastis, dari tuntutan yang sudah politis dan metode yang radikal.
Pelaku gerakan pada masa ini bukan hanya organisasi-organisasi gerakan yang
sudah lama bergerak sejak tahun 80an melainkan juga kalangan aktivis kampus
dari organisasi-organisasi seperti Senat Mahasiswa, BEM, dan senat-senat
fakultas. Para aktor dari kalangan kmapus ini menyebut gerakan mereka sebagai
gerakan moral dengan format aksi keprihatinan di kampus. Mereka juga banyak
didukung oleh para staf pengajar dan pimpinan perguruan tinggi yan menjadikan
gerakan mahasiswa sebagai gerakan civitas academica.
Selama bulan Maret pasca terpilihnya
kembali Soeharto sebagai presiden yang ketujuh kalinya sampai bulan Mei, isu
dan tuntutan mahasiswa semakin meningkat dan bertambah banyak. Target
politiknya juga jelas yaitu menuntut Soeharto untuk mundur. Puncaknya terjadi
pada tanggal 12 Mei 1998, ketika 6 mahasiswa Trisakti gugur diterjang peluru
militer. Peristiwa ini menyulut solidaritas dan perlawanan yang semakin massif
dari mahasiswa dan masyarakat. Tanggal 13 Mei, lebih dari 32 aksi di 16 kota di
Indonesia serentak digelar untuk menyatakan solidaritas. Selain aksi besar-besaran
dengan ribuan massa yang terjadi diberbagai kota di Indonesia, peristiwa lain
yang mempercepat proses turunnya Soeharto adalah pendudukan terhadap Gedung
MPR/DPR yang dilakukan oleh puluhan ribu mahasiswa sejak tanggal 18 Mei 1998.
Akhirnya tanggal 21 Mei 1998, Soeharto menyatakan mengundurkan diri dari
jabatannya. peristiwa yang disiarkan langsung oleh stasiun televisi nasonal dan
swasta ini kemudian disambut dengan gembira oleh mahasiwa dan masyarakat.
Gerakan mahasiswa 1998 lebih
merupakan kebangkitan civil society yang dukungannya berasal dari
kekuatan civil society itu sendiri. Jika berbicara tentang proses
radikalisasi yang terjadi dalam gerakan mahasiswa pada periode Mei 1998, para
aktivis mahasiswa sendiri menyadari bahwa banyaknya mahasiswa yang turun dan
begitu seringnya mendapatkan perlakuan buruk dari pihak aparat dalam faktor
yang cukup penting. Dari peristiwa-peristiwa berdarah yang tidak jarang meminta
korban jiwa itulah sebenarnya muncul satu bentuk semangat perlawanan bersama
yang terus menjalar di benak aktivis gerakan dan diikuti oleh semakin banyak
kelompok mahasiswa dan masyarakat lainnya. Jadi ikatan yang paling menonjol
dari gerakan mahasiswa angkatan 1998 bukan terletak pada kepentingan ideologi,
tetapi pada semangat kebersamaan.
Hal lain yang juga menarik untuk
diamati dari ciri khas gerakan mahasiwa Angkatan 1998 ini adalah strategi
gerakan yang dikembangkan adalah strategi untuk menyatukan diri dengan kekuatan
masyarakat secara umum. Selain naluri gerakan muncul dari kesadaran akan adanya
ketegangan antara negara dan masyarakat, tingkat kesadaran yang lebih tinggi
adalah bahwa mereka merasa bagian dari masyarakat.
Pada Pasca Reformasi SeMasa Habibie Menjadi
Presiden; Pasca reformasi, praktis gerakan mahasiswa mulai
menemukan polanya masing-masing. Gerakan mahasiswa yang tadinya seiring sejalan
dalam menurunkan Soeharto kini mulai berguguran dan terpecah ke dalam dua
kelompok pada periode Habibie yaitu gerakan mahasiswa yang mendukung Habibie
dan gerakan mahasiswa yang tidak mendukung Habibie. Dengan dorongan tuntutan
reformasi rezim Habibie, pada bulan November diadakan Sidang istimewa.
Sepanjang dilakukannya Sidang Istimewa, mahasiswa melakukan demonstrasi.
Demonstrasi tersebut tidak dilakukan oleh mahasiswa sendiri tetapi terhitung
hingga ratusan ribu rakyat menolak Sidang Istimewa. Puncaknya pada Sidang
Istimewa terakhir terjadi tragedi Semanggi di mana 18 orang meninggal dunia,
tujuh mahasiswa, satu siswa SMU, sembilan orang pejalan kaki, dan satu polisi.
253 orang terluka sedang yang terluka oleh tembakan senjata api adalah 14
mahasiswa, satu dosen, dua siswa SMU, dan 15 pejalan kaki.
Empat bulan sejak peristiwa Semanggi
I, gerakan mahasiswa mengalami penurunan dalam kuantitas peserta demonstrasi
yang sangat drastik. Dalam menghadapi Pemilu 1999, gerakan mahasiswa kembali
terpecah dalan tiga sikap ;
Pertama, mendukung pelaksanaan
pemilu.
Kedua, gerakan mahasiswa
yang mendukung pemilu dengan syarat.
Ketiga, gerakan mahasiswa
yang tetap meneruskan isu-isu utama sebelumnya antara lain: pengadilan Soeharto
beserta kroni-kroninya, penghapusan KKN, pencabutan Dwi Fungsi ABRI, dan
pembentukan pemerintahan transisi.
Pasca pemilu, rezim Habibie ; ingin
mensahkan RUU-PKB yang dibuat oleh DPR. Dan kebijakan ini pun ditolak oleh
mahasiswa dan massa rakyat dengan melakukan perlawanan. Hal ini karena isi
pasalnya memberikan kewenangan besar dalam tugas-tugas polisional kepada
militer, dalam situasi negara dinilai darurat atau dalam keadaan berbahaya.
Puncak aksi penolakan ini berujung pada Peristiwa Semanggi II yang terjadi pada
23-24 September dimana korban dari mahasiswa dan masyarakat kembali berjatuhan.
Pada Masa Gus Dur Menjadi Presiden;
Kemenangan PDI-P dalam Pemilu tidak serta merta mengantarkan Megawati Soekarno
Putri menjadi presiden. Berdasarkan hasil voting anggota MPR, Gus Dur
mengungguli Mega yang berarti membawa Gus Dur menjadi presiden. Dalam
pemerintahan Gus Dur, terjadi perkembangan baru dalam dunia kampus, gerakan
mahasiswa menyebutnya privatisai kampus, sementara rezim menyebutnya otonomi
kampus. Pemberian status Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kepada empat Perguruan
Tinggi Negeri yaitu UI, ITB, UGM, dan IPB pada tahun 2004 berimplikasi pada
penghentian subsidi pendidikan dan mengharuskan perguruan tinggi mencari dana sendiri.
Isu-isu mengenai pendidikan kemudian marak diusung oleh gerakan mahasiswa pada
masa ini. Tuntutan mereka antara lain; pendidikan murah, perombakan kurikulum
pendidikan, dan peningkatan kesejahteraan guru. Sehingga Gus Dur juga di
lenggserkan oleh Gerakan Mahasiswa pada akhirnya.
Menarik bagiku untuk menggali lebih
jelas lagi dalam perjuangan para Gerakan Mahasiswa, Seniman, Budayawan dan
Masyarakat. Pada Gerakan Menggulingkan Soeharto Tahun 1998. Mengapa menarik
bagi ku untuk menulis dan mengulang kembali sejarah Gerakan ’98? ?
Karena bagi ku, Gerakan Reformasi
sangat meninggalkan bekas yang mendalam, banyak pejuang-pejuang yang telah
gugur untuk bangsa ini, mereka di bunuh, di hilangkan dan di lenyapkan dari
bumi ini, sampai saat ini, belum ada keadilan para pejuang-pejuang bangsa ini,
sikap pemerintah dari masa ke masa hanya bisa bungkam dan tidak tahu siapa
aktor utama dalam penghilangan para Aktivis bangsa ini.
Kita tahu di bawah rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto, ada
sejumlah aktivis yang memperjuangkan demokrasi. Saat itu, demokrasi masih
sebuah ilusi dan sebatas gagasan karena dikungkung oleh berbagai aturan.
GERAKAN
RAKYAT INDONESIA 1998; adalah puncak Gerakan Mahasiswa dan Gerakan
Rakyat Pro-Demokrasi pada akhir dasawarsa 1990-an.
Gerakan ini menjadi monumental karena dianggap berhasil memaksa Soeharto berhenti dari jabatan Presiden Republik Indonesia pada tangal 21Mei 1998, setelah
32 tahun menjadi Presiden Republik Indonesia sejak dikeluarkannya Surat
Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tanggal 11 Maret 1966 hingga tahun
1998. Pada April 1998, Soeharto
terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia untuk ketujuh kalinya
(tanpa wakil presiden), setelah didampingi Try Soetrisno (1993-1997) dan Baharuddin Jusuf Habibie (Oktober 1997-Maret 1998) Namun, mereka tidak
mengakui Soeharto dan melaksanakan pemilu kembali. Pada saat itu, hingga 1999, dan selama 29 tahun, Partai Golkar merupakan partai yang menguasai
Indonesia selama hampir 30 tahun, melebihi rejim PNI yang menguasai Indonesia selama 25
tahun. Namun, terpliihnya Soeharto untuk terakhir kalinya ini ternyata
mendapatkan kecaman dari mahasiswa karena krisis ekonomi yang membuat hampir
setengah dari seluruh penduduk Indonesia mengalami kemiskinan.
Gerakan ini mendapatkan momentumnya saat
terjadinya Krisis Moneter pada pertengahan tahun1997. Namun para analis
asing kerap menyoroti percepatan gerakan pro-demokrasi pasca Peristiwa 27 Juli 1996 yang terjadi 27 Juli 1996.
Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun berkurang.
Tuntutan mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Ibarat gayung bersambut, gerakan mahasiswa dengan agenda reformasi mendapat simpati dan dukungan dari rakyat.
Demonstrasi bertambah gencar dilaksanakan oleh
para mahasiswa, terutama setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM dan
ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Agenda reformasi yang menjadi tuntutan para
mahasiswa mencakup beberapa tuntutan, seperti:
- Adili
Soeharto dan kroni-kroninya,
- Laksanakan
amandemen UUD 1945,
- Hapuskan
Dwi Fungsi ABRI,
- Pelaksanaan
otonomi daerah yang seluas-luasnya,
- Tegakkan
supremasi hukum,
- Ciptakan
pemerintahan yang bersih dari KKN
Gedung parlemen, yaitu Gedung Nusantara dan gedung-gedung DPRD di daerah, menjadi
tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Seluruh elemen
mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu dengan satu tujuan untuk
menurunkan Soeharto. Organisasi mahasiswa yang mencuat pada saat itu antara
lain adalah FKSMJ dan Forum Kota karena mempelopori pendudukan gedung DPR/MPR. Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa
yaitu menuntut lengsernya sang Presiden tercapai, namun banyak yang menilai
agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Gerakan Mahasiswa
Indonesia 1998 juga mencuatkan Tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang antara
lain mengakibatkan Tragedi Semanggi yang berlangsung hingga dua
kali. Gerakan Mahasiswa Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam
kehidupan bangsa Indonesia, yaitu era Reformasi.
Sampai saat ini, masih ada unjuk rasa untuk
menuntut keadilan akibat pelanggaran HAM berupa pembunuhan besar-besaran yang
dilakukan oleh aparat terhadap keempat orang mahasiswa.
PEMBENTUKAN (KRISIS KEUANGAN ASIA)
Pada bulan Mei 1998, Indonesia mengalami pukulan terberat krisis ekonomi 1997-1999, yang menerpa
kawasan Asia Timur, Asia Selatan dan Asia Tenggara. Meningkatnya inflasi dan Penggaguran menciptakan penderitaan di mana-mana. Ketidak-puasan terhadap pemerintahan
zaman Orde Baru (Kabinet Pembangunan) dan merajalelanya korupsi juga meningkat.
Pada bulan April 1998, ketika Soeharto untuk terakhir kalinya terpilih kembali menjadi Presiden Republik Indonesia,
setelah masa bakti 1993-1998 bersama Try Soetrisno,
mahasiswa dari berbagai universitas di seluruh Indonesia menyelenggarakan
demonstrasi besar-besaran. Mereka menuntut pemilu kembali diadakan dan tindakan
efektif pemerintah untuk mengatasi krisis.
Ini adalah insiden terbaru, ketika mahasiswa
Indonesia meneriakkan aspirasi rakyat dan dipukuli karena dianggap akan
menimbulkan gangguan.
TRAGEDI TRISAKTI
Soeharto mendapatkan surat dari Harmoko,
mantan ketua DPR saat itu, ketika sedang menghadiri konferensi tingkat tinggi antar-negara di Mesir pada tanggal 20 Mei 1998. Isi surat
itu adalah : "Soeharto harus mengundurkan diri dari jabatan Presiden
RI karena Jakarta tidak aman lagi". Surat ditandatangani oleh 15 orang,
termasuk 14 menteri Kabianet Pembangunan VII, yang merasa telah
"meninggalkan" Soeharto.
Puncak kebencian mereka pada zaman orde baru
telah meradang dalam gelombang unjuk rasa mahasiswa yang menimbulkan Tragedi Trisakti pada tanggal 12-20 Mei 1998. Saat itu, Soeharto Hingga akhirnya, pada tanggal 21 Mei 1998, Soeharto
mengundurkan diri dari jabatan presiden, dan pada akhirnya posisi Soeharto
digantikan oleh Baharuddin Jusuf Habibieyang sebelumnya
adalah wakil presiden terakhir pada zaman orde baru. Gerakan mahasiswa
Indonesia 1998 memang begitu monumental, karena telah berhasil menurunkan
Soeharto dari jabatannya.
Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa
yaitu menuntut lengsernya Soeharto telah tercapai, namun banyak yang menilai
agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Sepanjang aksi unjuk rasa
itu, ada empat orang yang tertembak aparat kepolisian. Mereka adalah Elang Mulia Lesmana (1978-1998), Heri Hertanto (1997-1998), Hafidin Royan (1976-1998), Hendriawan Sie (1975-1998) Mereka tewas
tertembak di dalam kampus, terkena peluru tajam di tempat-tempat vital seperti Kepala, Tenggorakan, dan Dada.
Mereka telah ditemukan tewas di bekas bangunan mal yang terbakar.
Alhasil, keluarga keempat mahasiswa yang
tertembak mengadukan penembakan oleh aparat yang mereka anggap sebagai PELANGGARAN
HAM BERAT.
TRAGEDI SEMANGGI
Meski salah satu agenda perjuangan mahasiswa
yaitu menuntut lengsernya Soeharto telah tercapai, namun banyak yang menilai
agenda reformasi belum tercapai atau malah gagal. Gerakan Mahasiswa Indonesia
1998 juga mencuatkan Tragedi Trisakti yang menewaskan empat orang Pahlawan Reformasi. Pasca Soeharto mundur, nyatanya masih terjadi kekerasan terhadap rakyat dan mahasiswa, yang
antara lain mengakibatkan tragedi semanggi yang berlangsung hingga dua kali. Gerakan Mahasiswa
Indonesia 1998 juga memulai babak baru dalam kehidupan bangsa Indonesia,
yaitu era Reformasi.
Akhirnya, setelah Soeharto mundur dan Baharuddin Jusuf Habibie menjadi Presiden
RI ke-3 untuk periode 1998-2003, pada November 1998, muncul
kembali Tragedi Semanggi.
Tragedi Semanggi terjadi pada tanggal 11-13 November 1998, dan
terjadi kembali pada tanggal 24 September 1999, ketika
zaman Kabinet Reformasi Pembangunan Baharuddin Jusuf Habibie telah berakhir,
walaupun tanpa wakil presiden. Mahasiswa juga menganggap bahwa rejim Baharuddin Jusuf Habibie masih sama dengan
rejim Soeharto. Kesamaan yang mudah mereka lihat yaitu Dwifungsi ABRI/TNI. Sepanjang diadakannya Sidang Istimewa itu, masyarakat bergabung
dengan mahasiswa setiap hari melakukan demonstrasi ke jalan-jalan di Jakarta
dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Peristiwa ini mendapat perhatian
sangat besar dari seluruh Indonesia dan dunia internasional. Hampir seluruh
sekolah dan universitas di Jakarta, tempat diadakannya Sidang Istimewa
tersebut, diliburkan untuk mencegah mahasiswa berkumpul. Apapun yang dilakukan
oleh mahasiswa mendapat perhatian ekstra ketat dari pimpinan universitas
masing-masing karena mereka di bawah tekanan aparat yang tidak menghendaki aksi
mahasiswa.
Keadaan di Gedung Nusantara oleh dikatakan aman terkendali. Tidak ada satupun
mahasiswa yang mengacaukan keamanan berani masuk. Tidak mungkin mereka mampu
menerobos pintu gerbang karena telah digembok dan di-las oleh penjaga yang
begitu ketatnya.
Penjagaan keamanan begitu diperketat sampai ke
kawasan Semanggi.
Semua kendaraan pribadi dan umum dikosongkan. Namun, ketika mahasiswa bentrok
dengan penjaga keamanan yang begitu ketatnya, semua mahasiswa berhasil
dibubarkan. Namun, ada sebagian kecil dari mahasiswa yang dibubarkan, mereka
meninggal di tempat karena ditembak aparat. Hal tersebutlah yang membuat
peristiwa itu dinamakan sebagai "Tragedi Trisakti".
Tragedi Semanggi berlanjut pada tanggal 24 September 1999. Sama
seperti Tragedi Trisakti, tragedi ini mampu menurunkan tahta kepresidenan Baharuddin Jusuf Habibie yang cuma
bertahan 1 tahun. Ketika itu, pada awal September 1999, sasaran
unjuk rasa yang mereka tuju adalah rumah dinas BJ Habibie, yang dituding
mendapatkan harta kekayaannnya dari korupsi.
Namun, pada 24 September 1999, Baharuddin Jusuf Habibie1999, Baharuddin Jusuf Habibie akhirnya
dilengserkan dari jabatannya. Akhirnya, pada bulan Oktober 1999, MPR menunjuk Abudrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri untuk menjadi
Presiden RI 1999-2004, walaupun Kabinet Persatuan Indonesia Abdurahman Wahid cuma bertahan 2 tahun.
Dari tragedi Gerakan Reformasi 1998, kita sangat
mengenal seorang seniman, yaitu Wiji Thukul. Dia seorang penyair (Puisi) dengan
karya-karya yang bisa membuat suatu kata-kata perlawanan dalam gerakan saat
itu.
Wiji Thukul merupakan salah satu dari Aktivis
tersebut. Dia dikenal juga sebagai penyair yang kerap menyuarakan ketertindasan
lewat puisi dan kata-katanya. Pria kelahiran Solo 26 Agustus 1963. Wiji Thukul
yang menikah dengan Siti Dyah Sujirah atau Sipon, dikarunia dua orang anak,
Fitri Nganthi Wani dan Fajar Merah. itu juga aktif 'menggedor-gedor' Orde Baru
untuk membuka keran demokrasi.
Namun, selepas peristiwa pada 27 Juli 1996, di mana
terjadi kerusuhan di sekitar perebutan kantor PDIP di jalan Diponegoro, ia
disebut sebagai salah satu pemicunya dan ditetapkan sebagai tersangka. ia pun
melarikan diri ke Pontianak selama delapan bulan dan berpindah-pindah. Hingga
kini, dirinya tak pernah ditemukan keberadaannya. Banyak rumor yang berkembang
bahwa ia diculik dan kemudian mati dibunuh, tapi hingga kini jasadnya pun tak
jua diketahui kalau benar telah mati.
Wiji Tukul sosok orang biasa, tapi dia sangat setia
dan percaya bahwa puisi dan kata-kata mampu melawan ketertindasan. Tak banyak
generasi muda saat ini yang mengetahui sosok seperti Wiji Thukul, yang pernah
berjuang untuk demokrasi, dan dibungkam. Anak-anak muda tidak tahu siapa Wiji
Thukul, atau dapat dikatakan hanya sedikit yang tahu. Menariknya, mereka sangat
mengenal kata-kata, seperti ‘Hanya ada satu kata: Lawan!!!. tapi tidak tahu siapa
yang menciptakan.
Setidaknya masyarakat mestinya melihat kembali
sejarah, khususnya akan keberadaan sosok Wiji Thukul yang selalu menyuarakan
perlawanan, dan memihak pada kemanusiaan. Jangan sampai banyak orang berteriak
dan kosong. Dampaknya malah impulsif destruktif. Sehingga hanya menimbulkan
opini tanpa mendasar.
Melihat masa kini, sudah masa digital, seharusnya bisa
menggunakan teknologi dengan sebaik mungkin, bukan malah menggunakan dalam menyampaikan
pendapat dengan bebas. Hanya saja, banyak orang yang menggunakannya untuk
mengumpat, menghujat, menghasut, dan atau membunuh karakter orang lain. Maka.. Orang-orang
masa kini harus belajar dari cara seperti Wiji Thukul dalam memanfaatkan
kata-kata, untuk menyuarakan ketertindasan, dengan kata-kata lugas, bermakna,
dan juga dilatarbelakangi kekuatan intelektualitas yang tinggi.
Aku mengambil satu contoh Puisi dari Wiji Thukul yang
sangat fenomena di kalangan kaum Gerakan.
PERINGATAN
Jika rakyat pergi
Ketika penguasa pidato
Kita harus hati-hati
Barangkali mereka putus asa
Kalau rakyat bersembunyi
Dan berbisik-bisik
Ketika membicarakan masalahnya
sendiri
Penguasa harus waspada dan
belajar mendengar
Bila rakyat berani mengeluh
Itu artinya sudah gawat
Dan bila omongan penguasa
Tidak boleh dibantah
Kebenaran pasti terancam
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang
Suara dibungkam kritik dilarang
tanpa alasan
Dituduh subversif dan
mengganggu keamanan
Maka hanya ada satu kata: lawan...!!!
(Wiji Thukul, 1986)
Saat ini sudah ada di buat film dari karya Kisah yang dialami Wiji Thukul,
yang menjadi Sutradara (Yosep Anggi Noen) dalam menggarap film yang kemudian ia
beri judul Istirahatlah Kata-kata. yang dibintangi Gunawan Maryanto sebagai
Wiji Thukul, dan Marissa Anita sebagai Sipon, telah diputar di sejumlah
festival film internasional. film tersebut ditayangkan perdana pada Locarno
International Film Festival ke-69, di Swiss. Film Wiji Thukul tersebut menjadi
satu dari beberapa film Indonesia yang ditayangkan pada Busan International
Film Festival ke-21, pada 6-14 Oktober 2016. Film Istirahatlah Kata-kata
dijadwalkan rilis di Indonesia pada Awal 2017.
Film yang dalam versi bahasa Inggris berjudul Solo,
Solitude itu, Tetapi film itu hanya fokus pada periode saat Wiji Thukul melarikan
diri ke Pontianak selama delapan bulan.
Karena kita melihat dari film tersebut, masa itu
periode paling krusial dari hidupnya Wiji Thukul, ketika itu pertama kali Wiji
Thukul disebutkan sebagai tersangka. Wiji Thukul memang demonstran, aktivis,
dipanggil ke Kodim, tapi tidak pernah ditetapkan sebagai tersangka. Wiji Thukul
dianggap sebagai pemicu kerusuhan yang sebenarnya bukan gerakan Wiji Thukul.
Dalam Film “Istirahatlah Kata-Kata” Wiji Thukul itu
sebenarnya antara takut dan tidak takut. Takut saat naik motor bertemu ada
mobil polisi, tapi di tempat kopi Wiji Thukul naik ke panggung dan berpuisi.
Ku fikir bagus film yang di
sutradarai (Yosep Anggi Noen) Walaupun rakyat
masih penasaran siapa sosok Wiji Thukul yang sebenarnya, setidaknya dari karya
Yosep tersebut, bisa menggambarkan sedikit keadaan Bangsa Indonesia di Masa
itu. Memang benar, Dunia harus tahu, sistuasi politik Indonesia dari Masa Ke
Masa.
Tetapi tidak terlepas bagi kami kaum Gerakan, sangat mengnyanyangkan pada
Pemerintah dari pasca Hilangnya Wiji Thukul dan beberapa pejuang-pejuang
Aktivis Gerakan Untuk Bangsa ini, sampai saat ini, detik ini, belum tahu
keberadaan mereka (Korban Keganasan Rezim Otoriter) Kita masih meminta kepada
Pihak Pemerintah, untuk segera mengusut kasus yang telah menghilangkan nyama
para pejuang-pejuang bangsa ini. Siapapun itu Presidennya, kita tetap meminta
untuk mengusut Aktor pelaku atas hilangnya Para Aktivis Bangsa ini.
Setelah ku berfikir kembali,
dengan umur ku sudah masuk 28 Tahun lamanya menghirup udara Republik ini, ada
beberapa hal dalam pasca reformasi saat itu, kita sangat bersyukur memiliki
para pejuang-pejuang tangguh, walaupun mereka banyak dilakukan intimidasi
sampai hilangnya para aktivis reformasi 1998, yang sangat Pro-Demokrasi.
Mari kita lihat beberapa hasil
Gerakan Reformasi 1998.
HASIL-HASIL AMANDEMEN
1.
Bentuk Kedaulatan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 (hasil
amandemen) menyebutkan, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan
menurut UUD .Dengan demikian, berdasarkan hasil amandemen UUD 1945, tidak ada
lagi lembaga tertinggi negara dalam ketatanegaraan kita. MPR yang sebelumnya
merupakan lembaga tertinggi negara serta sebegai penjelmaan dan pelaksana
kedaulatan rakyat , sekarang menjadi lembaga tinggi negara biasa yang setingkat
dengan DPR, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, dan
Presiden.
2.
Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Di dalam Pasal 2
Ayat (1) UUD 1945 disebutkan bahwa MPR terdiri atas anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang dipilih melalui 4 tidak
lagi memilih dan mengangkat presiden serta membuat garis-garis besar haluan
negara (GBHN).
Wewenang MPR kini terbatas pada hal-hal berikut :
Wewenang MPR kini terbatas pada hal-hal berikut :
A.Mengubah
dan menetapkan UUD;
B.Melantik
presiden dan wakkil presiden;
C.Atas
usulan DPR dan keputusan MK, memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden
dalam masa jabatannya.
3.
Kekuasaan Pemerintahan Negara Berdasarkan UUD 1945
hasil amandemen , presiden dan wakil presiden skarang dipilih langsung oleh
rakyat melalui pemilu sehingga keduanya memiliki legitimasi yang kuat. Dari
segi kedudukan, presiden/wakil presiden juga tidak lagi dibawah MPR, melainkan
sederajat. Namun, masa jabatan presiden dan wakil presiden sudah mendapat
pembatasan yang jelas dan tegas.
Presiden dan wapres kini tak dapat lagi berkuasa lebih dari dua kali masa bakti atau selama sepuluh tahun. Setelah memegang satu masa jabatan , presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali (dalam jabatan yang sama) hanya untauk satu kali masa jabatan. Satu kali masa jabatan dipegang selama lima tahun.
Jika melanggar konstitusi atau hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden, presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR. Namun, sebelum mengajukan usul itu kepada MPR, DPR harus lebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran presiden itu. Jika MK memutuskan presiden terbukti melakukan pelaggaran, barulah DPR mengadakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden kepada MPR. Adapun dalam soal pertimbangan, presiden kini tidak lagi memintanya kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga tinggi negara DPA kini sudah dihapus. Sebagai gantinya, presiden membentuk suatu dewan pertimbangan sendiri yang diberi tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden.
Presiden dan wapres kini tak dapat lagi berkuasa lebih dari dua kali masa bakti atau selama sepuluh tahun. Setelah memegang satu masa jabatan , presiden dan wakil presiden hanya dapat dipilih kembali (dalam jabatan yang sama) hanya untauk satu kali masa jabatan. Satu kali masa jabatan dipegang selama lima tahun.
Jika melanggar konstitusi atau hukum atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden, presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR. Namun, sebelum mengajukan usul itu kepada MPR, DPR harus lebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus dugaan pelanggaran presiden itu. Jika MK memutuskan presiden terbukti melakukan pelaggaran, barulah DPR mengadakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden kepada MPR. Adapun dalam soal pertimbangan, presiden kini tidak lagi memintanya kepada Dewan Pertimbangan Agung (DPA). Lembaga tinggi negara DPA kini sudah dihapus. Sebagai gantinya, presiden membentuk suatu dewan pertimbangan sendiri yang diberi tugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden.
4.
Pemerintah Daerah UUD 1945 sebelum di amandemen membagi
daerah di Indonesia menjadi daerah besar dan daerah kecil. Namun, berdasarkan
UUD 1945 hasil amandemen, daerah tersebut terbagi atas daerah provinsi,
kabupaten, dan kota. Setiap provinsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintah
daerah yang mengatur sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan. Daerah provinsi, kabupaten, dan kota memiliki DPRD yang para
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum. Gubernur, bupati, dan walikota
masing-masing merupakan kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan
kota yang dipilih secara demokratis. Pemerintah daerah menjalankan otonomi
seluas-luasnya kecuali untuk urusan pemerintahan yang menurut undang-undang
ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat. Pemerintah daerah juga berhak
menentukan peraturan daerah (perda) dan peratura-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
5.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) DPR sekarang memiliki
kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Sebelum di amandemen, UUD 1945
memberikan kekuasaan ini kepada presiden, tetapi presiden kini hanya berhak
mengajukan rancangan undang-undang. Dengan diserahi kekuasaan membentuk
undang-undang, DPR kini memiliki posisi yang lebih aktif dalam menjalankan tugas
pembentukan undang-undang. Para anggota DPR dipilih lewat pemilihan umum.
Fungsi dan hak DPR kini disebut scara langsung dalam UUD 1945. DPR memiliki
fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Adapun hak-hak yang
dimiliki DPR—secara kelembagaan—adalah hak interpelasi, hak angket, hak
menyatakan pendapat. Secara perseorangan, setiap anggota DPR mempunyai hak
untuk mengajukan pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta memiliki hak
imunitas.
6. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DPD adalah lembaga baru.
UUD 1945 sebelum amandemen tidak mengatur keberadaan lembaga perwakilan daerah
berupa DPD ini. Para anggota DPD dipilih dri setiap provinsi yang ada di Indonesia
melalui pemilu.
DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan derah, pengelolaan sumber daya alam, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut membahas RUU tentang hal-hal tersebut serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan berbagai masalah otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta hal-hal lain seperti tersebut diatas. Sebelum diamandemen, UUD 1945 memberikan kekuasaan ini kepada presiden, tetapi presiden kini hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang. Dengan diserahi kekuasaan membentuk undang-undang, DPR kini memiliki posisi yang lebih aktif dalam menjalankan tugas pembentukan undang-undang.
DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang (RUU) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan derah, pengelolaan sumber daya alam, serta pertimbangan keuangan pusat dan daerah. DPD ikut membahas RUU tentang hal-hal tersebut serta memberikan pertimbangan kepada DPR atas RUU APBN dan RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama. DPD juga dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang yang berkaitan dengan berbagai masalah otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, serta hal-hal lain seperti tersebut diatas. Sebelum diamandemen, UUD 1945 memberikan kekuasaan ini kepada presiden, tetapi presiden kini hanya berhak mengajukan rancangan undang-undang. Dengan diserahi kekuasaan membentuk undang-undang, DPR kini memiliki posisi yang lebih aktif dalam menjalankan tugas pembentukan undang-undang.
7. Pemilihan Umum (Pemilu) UUD 1945 hasil amandemen secara
langsung juga mengatur perihal pemilihan umum (pemilu). Pemilu dilaksanakan
seara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.
Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR, DPD, DPRD, serta PRESIDEN dan
WAKIL PRESIDEN. Pemilu diselenggarakan oleh sebuah komisi pemilihan umum yang
bersifat nasional, tetap, dan mandiri. Peserta pemilu untuk memilih anggota DPR
dan DPRD adalah partai politik. Peserta emilu untuk memilih anggota DPD adalah
perseorangan.
8.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) BPK kini masuk dalam
pengaturan terdiri dalam UUD 1945 hasil amandemen. BPK merupakan lembaga yang
bebas dan mandiri. Tugasnya, memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan
negara. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan kepada DPR dan DPRD sesuai
dengan kewenangannya. BPK berkedudukan di ibu kota negara dan memiliki
perwakilan disetiap provinsi. Para anggota BPK dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan DPD. Pimpinan BPK dipilih dari dan oleh para anggota
BPK sendiri. Dalam masa reformasi BPK memiliki peranan yang vital karena salah
satu agenda reformasi yang penting dan gencar digalakan adalah pemberantasan
korupsi.
9.
Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan kehakiman diatur lebih
tegas dan jelas dalam hal kemerdekaan dan pelaksanaan tugas. Dalam kekuasan
kehakiman, selain MA yang selama ini sudah ada, ditambahkan dua lembaga baru
yaitu Mahkamah Konstitusi (MK) dan Komisi Yudisial (KY) untuk memperkuat upaya
penegakan hukum dan keadilan. Terkait dengan pelaksanaan kekuasaan kehakiman,
hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil,
profesional, dan berpengalaman dalam bidang hukum. Calon hakim agung diusulkan
Komisi Yudisial (KY) kepada DPR untuk mendapat persetujuan dan seterusnya
ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. Komisi Yudisial sendiri bersifat
mandiri dan berwenang mengusulkan pengangkatan hakim agung dan mempuunyai
wewenang lain dalam rangaka menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta
perilaku hakim.
10.
Hak Asasi Manusia Pengaturan HAM yang cukup detail
merupakan upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran HAM oleh
pemerintah yang pada masa lalu telah berulang-ulang menimpa warga negara.
Selain itu, masalah HAM sendiri secara internasional makin menjadi isu penting
yang dapat perhatian yang sangat serius. Dapat dikatakan bahwa UUD 1945 hasil
amandemen, masalah HAM menjadi salah satu topik prioritas. HAM ditambahkan
sebagai bab baru yang dijabarkan kedalam sepuluh pasal. adapun jenis-jenis hak
asasi yang diatur, antara lain, sebagai berikut :
a.
Hak hidup serta mempertahankan kehidupan.
b.
Hak untuk bebas dari perlakuan yang diskriminatif.
c.
Hak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan.
d.
Hak memeluk agama dan beribadah menurut agama yang
dipeluk.
e.
Hak untuk bebas dan berkumpul dan mengeluarkan
pendapat.
f.
Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi,
serta.
g.
Hak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang
merendahkan martabat kemanusiaan.
11.
Pendidikan Dan Kebudayaan Dalam UUD 1945 hasil
amandemen, pendidikan dan kebudayaan juga mendapat penambahan aturan yang cukup
berarti. Selain sebagai hak, pendidikan dasar kini menjadi kewajiban untuk
diikuti warga negara. Disebutkan bahwa setiap warga negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemeritah wajib membiayainya. Pemerintah menyelenggarakan
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta
akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam hal pendanaan,
negara diharuskan memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20
persen dari APBN dan dari APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggarakan
pendidikan nasional. Dalam bidang budaya, negara memajukan kebudayaan nasional
Indonesia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan
nilai-nilai budaya.
12.
Perekonomian Nasional Dan Kesejahteraan Sosial Kegiatan
perekonomian sekarang dikaitkan dengan isu-isu penting nasional dan
internasional. Disebutkan, perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip keadilan, kebersamaan, efisiensi, dan
berkelanjutan. Selain itu, perekonomian juga harus dilakukan dengan berwawasan
lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan
ekonomi nasional. Adapun dalam masalah kesejahteraan rakyat, ditambahkan
beberapa tanggung jawab yang harus dipikul negara. Antara lain, disebutkan,
negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai martabat kemanusiaan. Negara juga
bertanggung jawab atas persediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.
Berdasarkan beberapa
hasil Amandemen Pasca Rezim Orde baru, kalau kita melihat dari keseluruhan yang
dimuat dalam Undang-Undang untuk Republik ini, sangat kecil dan sangat jauh
dari harapan, mengapa saya katakan demikian, karena masih banyak hal-hal yang
sangat tidak layak di alami khususnya Rakyat Indonesia saat ini.
Masa kini, kita sudah
tahu. Rakyat telah menjadi Kuli di Negeri Sendiri, banyak rakyat indonesia yang
menjadi Budak (Pembantu) di Negeri Asing. Dengan istilah Tenaga Kerja Indonesia
(TKI). Ketika di Negeri sendiri, Rakyat banyak yang menjadi Kuli, buruh, kerja
kasar. Sumber Daya Alam Indonesia saat ini, hampir Setengah lebih di kuasai
Negeri Asing. Pengganguran semakin menjadi, kemiskinan semakin banyak,
pelanggaran HAM masih terjadi, pembunuhan, perampokan, pemerkosaan. Sampai
kapan Rakyat yang menanggung penderitaan ini ?
Mari kita simak, ada
beberapa data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia. Terhitung dari
September 2016.
Pada bulan September 2016, jumlah
penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,76 juta orang (10,70 persen).
Peranan komoditi makanan terhadap Garis
Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan
(perumahaan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan
Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2016 tercatat sebesar 73,19
persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi Maret 2016 yaitu
sebesar 73,50 persen.
Jenis komoditi makanan yang berpengaruh
terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di
perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok, daging sapi, telur ayam ras, gula
pasir, mie instan, bawang merah dan tempe. Munculnya daging sapi sebagai
salah satu komoditi penyumbang terbesar Garis Kemiskinan disebabkan pada
periode September 2016 bertepatan dengan perayaan Idul Adha. Sementara itu,
untuk komoditi bukan makanan yang terbesar pengaruhnya adalah biaya perumahan,
listrik, bensin, dan pendidikan.
Dari data Badan Pusat
Statistik tersebut, kita bisa menilai bahwasannya Indonesia masih banyak rakyat
yang belum mendapatkan kelayakkan hidup yang semestinya. Program-program yang
telah di buatkan oleh Presiden sampai Gubernur, Bupati, Wali Kota. Belum
menyentuh rakyat miskin saat ini, memang Presiden Jokowi-Jusuf Kala membuat
program dari Desa baru ke Kota, tetapi sampai saat ini, kita tahu belum
menyeluruh dan belum maksimal yang dilakukan, hanya saja Presiden Jokowi
memprioritaskan pembangunan Infrastruktur dan meningkatkan Industri. Tetapi,
kita masih menyanyangkan. Karena masih banyak pekerja-pekerja asing yang masih
meraja rela di republik ini, pertanyaan nya ? Apakah anak-anak bangsa di
Republik ini tidak mampu mengelola Sumber Daya Alam di Indonesia saat ini ?
Mungkin pertanyaan ku,
kita semua bisa menjawab nya...
Mungkin kita sebagai
Rakyat tidak bisa melakukan apa-apa dengan kondisi saat ini, tetapi kita harus
tahu apa kondisi Bangsa Indonesia saat ini, seperti yang telah di sampaikan Panglim
TNI Jendral Gatot Nurmantyo. Detik-detik Aksi Bela Islam, ketika Para Ulama dan
Jutaan Umat Islam Mengadili Ahok yang di duga telah menistakan Agama Islam di
Pulau Seribu.
Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo mengatakan, Indonesia sebagai negara sangat strategis, memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada.
Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo mengatakan, Indonesia sebagai negara sangat strategis, memiliki garis pantai terpanjang setelah Kanada.
Menurut Panglima TNI Jendral Gatot Nurmantyo saat ini sudah
ada enam ancaman asing yang mencoba merongrong kedaulatan NKRI.
1. Pertama,
di selatan Maluku ada Pulau Saumlaki, Pulau Selaru, dan Pulau Masela. Lokasi
pulau-pulau ini hanya 400 kilometer dari Darwin, Australia. Di selatannya tiga
pulau itu ada Blok Masela yang memiliki kandungan gas dan minyak di bawah
permukaan air laut. Ini jadi perhatian kita karena sebelumnya kita kalah Perang
Proxi hingga akhirnya Timor Timur lepas dari Indonesia. Di Darwin sudah ada
1500 sampai 2500 personel US Marine. Untuk apa itu? kata Gatot di Aula Graha
Sanusi Universitas Padjadjaran, Jalan Dipatiukur, Kota Bandung, Rabu
(23/11/2016). Yang di rillis berita Trimbunnews.com.Bandung.
2.
Kedua, ada pelanggaran zona ekonomi eksklusif di Pulau
Natuna yang dilakukan Tiongkok. Setidaknya tiga kali kapal penangkap ikan
berbendera Tiongkok masuk ke wilayah ZEE Pulau Natuna. Tiga kali kejadian itu
kita tangkap dan tiga kapal itu dikawal kapal coastguard. Filipina juga
mengalami hal sama, dan sudah mengajukan pengadilan internasional. Pada 12 juli
2015 pengadilan ineternasinal menolak klaim Tiongkok. Sehari setelah itu
Presiden Cina tidak mengakui hasil hukum itu. Menlunya menetapkan zona
pertahanan udara, jadi seluruh pesawat harus izin kalau tidak ditembak.
3.
Ketiga, Indonesia dikepung kekuatan yang disebut Five
Power Defence Arrangement (FPDA). Kekuatan milter yang terdiri dari
negara-negara bekas persemakmuran Inggris. Mereka pun sudah latihan bersama
lima dengan melibatkan 3 ribu personel, 71 pesawat tempur, 11 kapal tempur, dan
kapan selam. Kita sudah dikepung dari mana-mana.
4.
Keempat, ancaman terorisme. Terorisme di Indonesia
memperoleh tempat yang indah, aman, dan nyaman karena ditindak setelah berbuat.
Di Singapura teroris tidak tenang karena langsung ditangkap ketika baru
berencana.
5.
Kelima, Indonesia mulai dihujani narkoba jenis sabu.
Sama halnya ketika Tiongkok kalah pada Perang Candu ketika melawan Inggris. Masyarakat
sampai militer Tiongkok menjadi pecandu sehingga kalah dalam perang itu. Saat
ini Indonesia mulai mengalami Perang Candu meski bentuknya narkoba. Penyitaan
sabu BNN pada 2013 542,6 kilogram. Pada 2014 ada 1,1 ton. Pada 2015 ada 4,5
ton. Sementara 1 ton sabu itu dikonsumsi 2,5 juta orang. Artinya pada 2015 ada
22 juta konsumen di Indonesia. Ini memang disiapkan agar kita jadi genetrasi oon, yang mudah ditipu,"
kata Gatot.
6.
Terakhir, persaingan ekonomi. Bonus demografi Indonesia
memiliki banyak usia produktif yang dapat melahirkan kesenjangan sosial. Hal
itu dipengaruhi jika tidak pendidikan minim, peluang kerja kecil, dan ekonomi
memburuk.
Apakah dengan kondisi seperti itu kita (RAKYAT) tidak mau
tahu atau kita tidak di bolehkan tahu dengan kondisi bangsa saat ini ?
Sudah cukuplah bangsa ini menjerit kemiskinan, kelaparan,
kebodohan, di adu domba, dipaksakan menjadi budak di negeri sendiri. Apakah
kita sebagai Rakyat Indonesia hanya bisa melihat saja berapa Milyaran bahkan
Triliunan hasil dari Kekayaan Sumber Daya Alam di Republik ini telah kuasai
Negeri Asing, apakah kita hanya bisa diam dan menanggung bencana suatu saat
nanti ?
Sudah cukuplah Negeri ini di jajah secara politik biadab
yang telah menghancurkan Kesucian nilai-nilai PANCASILA dan UNDANG-UNDANG DASAR
1945.
"Barangsiapa yang memegang kuasa tentang sesuatu urusan kaum muslimin,
lalu dia memberikan suatu tugas kepada seseorang, sedangkan dia mengetahui
bahwa ada orang yang lebih baik dari pada orang itu, dia telah mengkhianati
Allah, RasulNya dan kaum muslimin." (Hadis Riwayat Al-Hakim).
“Kadang-kadang perjuangan adalah yang kita perlukan dalam hidup kita. Jika
Tuhan membiarkan kita hidup tanpa hambatan, itu mungkin melumpuhkan kita. Kita
mungkin tidak sekuat yang semestinya kita mampu. Kebahagiaan dan kesenangan
melalui keduniaan adalah mustahil. Kebahagiaan hidup hanya akan bisa diraih
oleh orang-orang yang hatinya tentram. Dan ketentraman hati itu erat hubunganya
dengan kuat tidaknya hati seseorang dengan Yang Maha Kuasa. Ketentraman itu
akan dating dengan kedekatan pada amal amal ukhrawi yang mendekatkan orang pada
Allah SWT. Sejauh mana kedekatan seseorang pada Allah SWT, sejauh itu pula
kebahagiaan yang akan ia peroleh. Buktikan sendiri. Kebaikan tidak ditentukan
oleh perbuatan-perbuatan baik melainkan oleh kualitas kebaikan yang meraja
dalam hati kita. Kebaikan tidak terletak dalam melakukan dengan benar karena
peraturan, melainkan melakukan yang benar karena alasan yang benar. Kekayaan
akan menguburkan engkau jika engkau menjunjungnya di kepalamu dan melekatkannya
di hatimu”. (Kata Bijak Islam).
"Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan
kebohongan elit atas, hanya bangsanya sendiri yang mampu merubah nasib
negerinya sendiri." (Bung Karno).
Demikian yang bisa aku ceritakan dari sejarah perjuangan Pemuda, Mahasiswa
dan Rakyat Indonesia. Mari kita sama-sama merenung sejenak, kita berfikir kembali, apakah gagal Gerakan Menurunkan Rezim Orde Baru saat itu, ataukah pasca Gerakan 98 kita bangsa ini tidak bisa dikenadalikan lagi dengan pengaruh negeri asing ?
Ataukan memang dari bansga nya sendiri yang ingin menghancurkan republik ini ?
Harapanku, jangan sampai ada korban seperti Wiji Thukul kembali, sudah cukup negeri ini telah banyak kehilangan anak-anak muda yang berani berkorban demi tercapainya cita-cita bangsa yang maju, kuat, bermartabat dan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia, cukuplah sang Pejuang Reformasi Wiji Thukul yang telah dilenyapkan dari muka bumi ini, jangan sampai ada Wiji-Wiji yang lain mau dilenyapkan kembali.
Tidak lain, tujuan tulisan ku ini hanya untuk mengingatkan kita kembali, agar kita Rakyat indonesia jangan pernah tidur dan kitalah memiliki Bangsa ini, bukan Negara Asing.
Ataukan memang dari bansga nya sendiri yang ingin menghancurkan republik ini ?
Harapanku, jangan sampai ada korban seperti Wiji Thukul kembali, sudah cukup negeri ini telah banyak kehilangan anak-anak muda yang berani berkorban demi tercapainya cita-cita bangsa yang maju, kuat, bermartabat dan keadilan bagi seluruh rakyat indonesia, cukuplah sang Pejuang Reformasi Wiji Thukul yang telah dilenyapkan dari muka bumi ini, jangan sampai ada Wiji-Wiji yang lain mau dilenyapkan kembali.
Tidak lain, tujuan tulisan ku ini hanya untuk mengingatkan kita kembali, agar kita Rakyat indonesia jangan pernah tidur dan kitalah memiliki Bangsa ini, bukan Negara Asing.
Maaf, kalau ada beberapa data dalam tulisan ku yang kurang dan atau ada kelebihan.
Semoga Bermanfaat...
Sumber :
Dari Sumber-Sumber lainnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Walau badai yang menghampiri diri ini...
Tak akan menyerah yang nama nya perjuangan belum berakhir...